Transparency International Indonesia (TII) mendorong korporasi turut membangun sistem pencegahan korupsi untuk menghindari kasus rasuah kepada penyelenggara negara. Sebab, tindak pidana korupsi mayoritas melibatkan pihak swasta sebagai pemberi suap.
Sekretaris Jenderal TII Dadang Trisasongko mengatakan upaya pencegahan korupsi tidak selamanya hanya bertumpu pada membangun sistem pencegahan di sektor publik. “Perusahaan harus diwajibkan mengimplementasikan sistem pencegahan korupsi, sehingga dari supply side, penawaran atau pemberian suap dapat dicegah secara dini” kata Dadang dalam keterangan resminya, Kamis (25/10).
(Baca: Banyak Terjerat KPK, Mendagri: Kepala Daerah Tidak Berhati-hati)
Berdasarkan riset TII pada 2017, kesiapan 100 perusahaan terbesar di Indonesia dalam mencegah korupsi sebesar 3.5 dari skor 10. Skor ini menandakan bahwa mayoritas perusahaan terbesar di Indonesia belum transparan.
Program Officer TII mengatakan para korporasi itu gagal membuktikan eksistensi mereka dari sistem pencegahan korupsi perusahaan. Mereka pun kurang transparan dalam menginformasikan struktur grup perusahaan serta tidak mampu mempublikasikan laporan keuangan antar negara.
Dari 100 perusahaan yang dinilai, 71 perusahaan tidak mewajibkan pihak ketiga, seperti konsultan, penasihat, pengacara, intermediary untuk terikat dalam pedoman perilaku perusahaan. Sebanyak 67 dari 100 perusahaan tidak mewajibkan penyedia barang dan jasa, seperti vendor, kontraktor, rekanan, dan subkontraktor untuk mematuhi program anti korupsi.
Sementara 74 dari 100 perusahaan terbesar di Indonesia tidak melakukan pelatihan antikorupsi bagi para karyawan dan direktur. Lebih lanjut, 61 dari 100 perusahaan di Indonesia belum memiliki aturan tentang larangan pemberian dan penerimaan gratifikasi.
Dengan demikian, TII menilai perusahaan perlu memitigasi pola tindak pidana korupsi dalam bentuk suap yang biasanya dilakukan melalui jasa perantara. Dadang pun menilai perusahaan harus memahami Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 tahun 2016 tentang Pertanggungjawaban Pidana Korporasi.
“Sehingga implementasi tata kelola perusahaan yang baik tidak hanya berlaku ke internal perusahaan, tetapi juga diterapkan ke pihak-pihak yang bertindak untuk dan atas nama perusahaan,” kata Dadang.
(Baca juga: Ada Hadiah Uang, Jokowi Berharap Masyarakat Aktif Berantas Korupsi)
Ada pun, Dadang meminta agar pemerintah perlu memberikan perhatian khusus terhadap korporasi di sektor konstruksi. Perusahaan yang telah dijadikan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni Duta Graha Indah, Nindya Karya, Tuah Sejati, dan Tradha berasal dari sektor tersebut.
KPK juga perlu segera mengeluarkan peraturan tentang panduan program antikorupsi. Menurut Dadang, hal ini perlu dilakukan agar perusahaan memiliki pedoman dalam menyusun program antikorupsi yang komprehensif.