Ekonom sekaligus Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan tindak pidana korupsi dan kerugian negara yang dilakukan pemerintah terkait sejumlah prosedur kebijakan impor pangan. Ia menyampaikan delapan dugaan berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2017 yang dirilis awal April 2018.
"(Praktik impor) Diduga telah melawan hukum dan menimbulkan kerugian negara atau perekonomian negara maupun menyalahkan wewenang," kata Rizal dalam keterangan resmi kepada wartawan, Selasa (23/10).
Menurutnya, sistem kuota impor pun disinyalir menyebabkan harga pangan impor dua kali lebih mahal dibandingkan harga internasional sehingga dianggap merugikan. Adapun impor pangan di Indonesia menggunakan sistem kuota impor untuk komoditas beras, gula, bawang putih, daging sapi, dan garam.
Di samping itu, dia juga menduga bahwa di balik penetapan kebijakan impor ada penciptaan praktik rekayasa kelangkaan pangan yang disengaja. "Selisih harga atau rente itu diduga dinikmati oleh importir dan oknum tertentu yang mendapatkan kuota," ujarnya.
Selain menguntungkan importir, Rizal berpendapat alokasi komoditas pangan yang berasal dari luar negeri secara langsung maupun tidak akan merugikan petani dan konsumen dalam negeri. Sehingga, dia pun meminta KPK mengusut tuntas terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam impor pangan.
(Baca: Rizal Ramli Kritik Sri Mulyani Dapat Penghargaan Menteri Terbaik Dunia)
Menurut pandangannya, setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan Indonesia masih mengimpor pangan, yaitu ketidakadaanya visi dan strategi, ketiadaan kebijakan harga yang menguntungkan petani serta adanya kecanduan impor oleh para pemburu rente.
Oleh sebab itu, Rizal melaporkan dugaan malpraktik yang bisa berujung pada dugaan tindak pidana korupsi. Menurutnya, ada potensi pelanggaran hukum karena perizinan impor diterbitkan tidak melalui rekomendasi dari pihak terkait, tidak memiliki kesesuaian persyaratan, tanpa dasar rapat koordinasi, atau tanpa analisis kebutuhan yang diperlukan.
Berikut 8 rincian laporan Rizal Ramli kepada KPK soal dugaan korupsi dan kerugian negara akibat kebijakan impor:
1. Dugaan tindak pidana akibat penerbitan persetujuan impor gula kristal putih tahun 2015 sampai dengan Semester I tahun 2017 sebanyak 1.694.325 ton.
2. Dugaan tindak pidana akibat penerbitan persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 108.000 ton.
3. Dugaan tindak pidana akibat penerbitan pelaksanaan impor beras kukus tahun 2016 sebanyak 200 ton.
4. Dugaan tindak pidana akibat penerbitan persetujuan impor sapi tahun 2015 sebanyak 50 ribu ekor.
5. Dugaan tindak pidana akibat penerbitan persetujuan impor sapi tahun 2016 sebanyak 97.100 ton dan realisasi sebanyak 18.012,91 ton.
6. Dugaan tindak pidana akibat penerbitan persetujuan impor besar tahun 2015 sampai dengan semester I tahun 2017 sebanyak 70.195 ton dengan realisasi 36.347 ton.
7. Dugaan tindak pidana akibat penerbitan impor sapi sebanyak 9.370 ekor dan daging sapi sebanyak 86.567,01 ton.
8. Dugaan tindak pidana akibat penerbitan persetujuan impor garam pada tahun 2015 sampai dengan semester I tahun 2017 sebanyak 3.355.850 ton dengan realisasi 2.783.487,16 ton.
(Baca: Jokowi Bangga Sri Mulyani Jadi Menteri Terbaik Dunia)