Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno bakal melaporkan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Langkah ini terkait tindakan kedua menteri itu dalam forum pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF)-Bank Dunia di Bali, akhir pekan lalu.
Dalam forum tersebut, Luhut dan Sri Mulyani tampak mengarahkan Direktur IMF Christine Lagarde dan Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim untuk mengacungkan salam satu jari. Awalnya, Luhut dan Sri mengacungkan sepuluh jari. Mereka kemudian mengubahnya menjadi pose satu jari, namun Lagarde dan Jim mengacungkan dua jari. Luhut pun meminta Lagarde untuk mengikuti posenya.
(Baca juga: Kubu Jokowi Ajukan Bukti ke Bawaslu atas Kebohongan Ratna Sarumpaet)
Sri Mulyani menjelaskan kepada Lagarde bahwa pose dua jari merujuk pada pasangan calon presiden Prabowo-Sandiaga dan satu jari adalah Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Lagarde dan Jim lantas mengubah posenya dengan mengacungkan satu jari. “Kami akan laporkan ke Bawaslu agar menjadi pelajaran bagi menteri dan pejabat lainnya,” kata Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria di Gedung KPU, Jakarta, Rabu (17/10).
Menurut Riza, tindakan Luhut dan Sri Mulyani tak bijak dan tak profesional. Apalagi hal tersebut melibatkan orang asing dan dilakukan di forum internasional. Semestinya, kedua tokoh itu memberi teladan dan contoh yang baik kepada para pejabat negara lainnya. Mereka harus adil, terbuka, transparan, dan independen ketika bekerja.
Luhut dan Sri Mulyani diminta membedakan lokasi untuk berkampanye dan menyampaikan kinerja pemerintah. “Harusnya mereka netral,” kata Riza. (Baca juga: Bawaslu Larang Parpol Kampanye dan Sebar Politik Uang saat Bencana).
Sementara itu, anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan belum ada laporan yang masuk terkait tindakan Luhut dan Sri Mulyani tersebut. Kendati demikian, Fritz sudah melihat video yang menampakkan tindakan keduanya saat penutupan acara internasional tersebut.
Fritz pun menilai tindakan keduanya berpotensi melanggar aturan kampanye pada Pasal 282 dan 283 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 282 melarang pejabat negara membuat keputusan dan melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
Pasal 283 melarang pejabat negara mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye. Lebih lanjut, larangan tersebut meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan, atau pemberian barang kepada ASN dalam lingkungan kerja, anggota keluarga, dan masyarakat. “Mungkin bisa dugaan pelanggaran Pasal 282 sama Pasal 283,” kata Fritz.
Meski demikian, dia menilai potensi tersebut perlu dikaji secara komprehensif dan kontekstual. Karenanya, Fritz meminta Badan Pemenangan Prabowo-Sandiaga segera menyerahkan laporan tersebut. (Baca juga: Tak Seperti PKS, Tim Kampanye Jokowi Klaim Tak Pakai Kampanye Negatif)
Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding menyatakan tindakan Luhut dan Sri Mulyani saat Pertemuan IMF-Bank Dunia itu hanya bercanda. Dia menilai maksud Luhut dan Sri Mulyani adalah mengenai penyelenggaraan pertemuan tersebut yang sempurna. “Bahwa kemudian ini menjadi isu politik ya itulah fakta politiknya,” kata Karding.
Karding pun menilai arahan pose satu jari kepada Lagarde dan Jim tidak berhubungan dengan kampanye untuk Jokowi-Ma'ruf. Sebab, Lagarde dan Jim tidak memiliki hak pilih dalam Pilpres 2019 karena merupakan orang asing.
Dia lantas meminta Komisi Pemilihan Umum dan Bawaslu semakin gencar mensosialisasikan aturan kampanye kepada para pejabat negara. Hal tersebut ditujukan agar hal-hal seperti yang diduga dilakukan Luhut dan Sri Mulyani tak kembali terjadi.
Apalagi aturan kampanye yang sangat detail sehingga para pejabat negara sulit membacanya satu persatu. “Karena sudah menjadi peraturan, ya, kami ikut saja. Bahwa ada miss-miss sedikit itu butuh koordinasi dan kearifan dari teman-teman Bawaslu,” ujarnya.