Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, salah satu tantangan bagi produsen fesyen muslim domestik adalah produktivitas. Aspek ini penting supaya mereka dapat memberikan harga jual yang kompetitif di pasar lokal maupun ekspor.
Dirjen Industri Kecil dan Menengah Kemenperin Gati Wibawaningsih menyatakan, eksportir utama produk fesyen muslim bukanlah negara dengan populasi pemeluk Islam dominan. Nah, berbekal jumlah penduduk muslim yang besar selayaknya Indonesia mampu bersaing.
"Mereka tidak nomor satu dari jumlah penduduk (muslim) tapi mereka ekspornya tinggi. Masa kita tidak bisa? Memang riset dan pengembangan produk kita masih kurang, maka kami ingin perkuat kerja sama dengan akademisi," tutur Gati, di Jakarta, Selasa (16/10).
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian menargetkan Indonesia menjadi kiblat fesyen muslim dunia pada 2020. Guna mencapainya maka produktivitas harus ditingkatkan dengan bantuan teknologi.
(Baca juga: Peta Jalan IKM Fesyen Muslim Soroti Ketersediaan Bahan Baku)
Guna memetakan arah pengembangan industri fesyen muslim pada tahun-tahun mendatang, Kemenperin menggandeng pengusaha untuk berdiskusi membahas peta jalan. Salah satu kendala yang disoroti adalah ketersediaan bahan baku tekstil dari dalam negeri.
Pemilihan kain pabrikan domestik diharapkan dapat membantu desainer fesyen menjaga kestabilan harga jual produk. Sayangnya, hal ini tak begitu saja terjadi karena kain produksi industri pertekstilan dalam negeri masih bergantung kepada bahan baku impor.
Ria Miranda selaku desainer fesyen muslim sempat membenarkan bahwa pilihannya menggunakan kain lokal karena mempertimbangkan harga jual produk. Bahan seperti polyester dan rayon yang ia gunakan banyak disuplai dari pabrikan asal Bandung, Jawa Barat.
"Saya berusaha memberikan kestabilan harga jual kepada konsumen. Meskipun harus ada kenaikan harga, itu harus diimbangi dengan meningkatnya kualitas produk juga," katanya kepada Katadata.co.id secara terpisah.
Selain kain dari tekstil, desainer fesyen punya opsi lain yaitu kain kedaerahan. Tenun, batik, songket, dan lain-lain diakui dapat menambah nilai jual produk fesyen terlebih jika pasar yang dibidik adalah konsumen asing.
Namun, pasokan kain kedaerahan kapasitas produksinya terbatas. "Suplai kain tenun, misalnya, untuk kebutuhan produksi massal itu masih mendapatkan hambatan. Kain khas biasanya hanya untuk prapemesanan atau ketika fashion show saja," tutur Ria.