Hamburger, Tampilanmu Dulu dan Kini

ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto
Seorang chef menyajikan menu makanan menjelang Hari Kasih Sayang di Hotel Horizon, Malang, Jawa Timur, Rabu (8/2/2017).
Penulis: Dini Hariyanti
11/10/2018, 18.00 WIB

Hamburger relatif familiar di telinga sebagian masyarakat Indonesia terutama mereka yang tinggal di perkotaan. Indikatornya mudah bahwa menu ini semakin banyak dijumpai di berbagai restoran.

Makanan yang kerap dituding sebagai junk food tersebut ibarat menu wajib di restoran cepat saji. Kreativitas mengubah menu ini menjadi lebih nyaman di lidah warga lokal bahkan lebih sehat dan ramah bagi pelaku gaya hidup vegan.

Hamburger memang bukan menu asli Indonesia. Terdapat sejumlah informasi terkait sejarah kuliner Amerika Serikat (AS) ini. Alhasil, asal usul daging yang disajikan di antara tumpukan roti ini menjadi tidak pasti.

Merujuk kepada www.whatscookingamerica.net diketahui, dari berbagai versi asal usul hamburger salah satu yang paling diyakini bahwa makanan ini bermula pada akhir 1800-an. Pengusungnya adalah imigran Eropa yang tiba di Amerika menggunakan kapal-kapal Hamburg Lines dari Jerman.

Laman daring yang mengutip literatur karya Prof. Giovanni Ballarini berjudul The Origin of Hamburgers and Ketchup itu menyebut, para imigran menyajikan daging dalam bentuk patty yang dipanggang sebentar lantas disajikan dengan tumpukkan roti.

Berdasarkan buku yang ditulis Theodora Fitzgibbon berjudul The Food of the Western World - An Encyclopedia of food North American and Europe dinyatakan, pada era 1850-an makanan berbahan daging ala Hamburg memang sangat terkenal.

Daging digarami dan terkadang ada yang diasap. Sajian semacam ini memudahkan proses memasak para imigran karena harus menempuh perjalanan jauh via jalur laut. Guna menekan budget maka daging dicincang lalu dicampur dengan remah-remah roti dan bawang.

"(Sajian daging) ini begitu populer di kalangan imigran Yahudi. Setiba di Amerika Serikat, mereka terus membuat steak daging ala Hamburg tersebut, yang sekarang kerap disebut patty. Bahan dasar utamanya adalah daging segar," demikian mengutip laman www.whatscookingamerica.net.

Lompat sekitar dua abad. Hamburger mengalami berbagai inovasi sehingga namanya juga bergeser menjadi burger. Konsep dasarnya tetap sama, yakni patty dihimpit oleh bun atau roti khusus hamburger pada bagian bawah dan atas.

Lambat laun, cita rasa hamburger juga digiring supaya lebih familiar dengan lidah warga lokal termasuk di Indonesia. Apabila hamburger biasanya menggunakan mayonais dan saus tomat, beberapa restoran kini menggantinya dengan sambal.

Tak hanya itu, hamburger bahkan dimodifikasi sehingga bisa dikonsumsi pegiat gaya hidup vegan. Dengan kata lain, patty yang berbasis daging lantas diganti menjadi daging nabati (biasanya berasal dari kedelai).

(Baca juga: Kopi Cold Brew, Tren Baru atau Sekadar Alternatif Pilihan?)

Mencicip Burger Kekinian

Penasaran dengan hamburger kekinian, Katadata.co.id mencoba menelusuri melalui dunia maya. Mesin pencari Google memberikan sejumlah informasi terkait restoran maupun kafe yang menyajikan menu ini.

Terdapat Kafe Kustik di Kota Tangerang dan Burgreens yang cabangnya tersebar di beberapa mal di Jakarta. Keduanya memiliki skala bisnis yang berbeda, Burgreens terbilang lebih besar dan lebih dulu hadir, sedangkan Kustik merupakan pendatang baru.

Burgreens menyajikan aneka menu burger sehat bahkan memenuhi prinsip-prinsip menu vegan. Terdapat sekitar 13 menu burger plant-based artinya patty yang lazim berbahan daging diganti menjadi tumbuh-tumbuhan. Harga bervariasi mulai dari Rp 60.000 per porsi.

April, perempuan yang menerapkan gaya hidup vegetarian, mengaku puas atas pengalaman kuliner di Burgreens. "Burgreens ini menunya memang enak. Dan bagi para vegan, jelas menu-menu Burgreens bisa mereka konsumsi dengan nyaman," tuturnya kepada Katadata.co.id, Kamis (11/10).

Sementara itu, di Kafe Kustik menu burger tampil dengan komposisi bun hitam, selada, timun, lembaran keju, patty berbahan daging ayam, dan sambal ijo khas Indonesia. Sajian bernama Burger Bastik ini dibanderol seharga Rp 25.000 per porsi.

Burger Bastik termasuk menu yang paling direkomendasikan Kafe Kustik untuk konsumen. Pada laman media sosialnya pun sajian ini terbilang paling intens dipublikasikan. Sejauh ini varian burger ala Indonesia di Kustik baru tersedia dalam balutan sambal ijo.

Dien, salah satu pengunjung, menilai rasa pedas burger ala Indonesia di Kustik terbilang menarik. "Sensasi pedasnya nendang," ujar perempuan penikmat sensasi pedas ini.