Kubu Jokowi Ajukan Bukti ke Bawaslu atas Kebohongan Ratna Sarumpaet

Antara
Ketua Bawaslu Abhan (kedua kanan) didampingi anggota Bawaslu Rahmat Bagja (kiri), Muhammad Afifudin (kedua kiri), dan Ratna Dewi Pettalolo (kanan) memberikan keterangan pers mengenai pengawasan Bawaslu pada Pilkada serentak 2018 di kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis (12/7).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
11/10/2018, 17.26 WIB

Sejumlah pelapor kasus penyebaran kabar bohong alias hoaks yang dilakukan Ratna Sarumpaet memenuhi panggilan klarifikasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Masing-masing pelapor, yakni Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin, relawan Pro Jokowi (Projo), serta Garda Nasional untuk Rakyat (GNR), membawa saksi dan barang bukti.

Presidium GNR Muhammad Sayidi mengajukan dua saksi yang akan memberikan keterangan atas penyebaran kabar bohong tersebut, yakni Sekjen GNR Ucok Choir dan pengurus GNR bernama Wahyu. Dia juga membawa bukti berupa berita dari media. “Ada liputan media, konferensi pers, di media online dan cetak. Beberapa pernyataan masuk pada Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto,” kata Sayidi di Gedung Bawaslu, Jakarta, Kamis (11/10).

Sementara itu, Direktur Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Jokowi-Ma'ruf, Ade Irfan Pulungan menghadirkan dua saksi, yakni Jaya Butar-butar dan Eja Ibrahim. Kedua saksi tersebut berasal dari Direktorat Hukum dan Advokasi Tim Kampanye. (Baca juga: Tokoh Lain Bakal Terseret Kebohongan Ratna Sarumpaet)

Mereka melampirkan bukti kliping beberapa unggahan di media sosial terkait perdebatan warganet atas kabar bohong Ratna. Irfan juga membawa bukti berupa video konferensi pers Prabowo di kediamannya, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan pada Selasa (2/10) bersama Ratna.

Demikian pula dengan Ketua Bidang Organisasi Projo Freddy Alex Damanik yang menyiapkan dua saksi. Projo juga melampirkan dua video komentar terkait kabar bohong Ratna yang disampaikan Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon dan anak kedua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais, Hanum Salsabiela Rais. “Kami punya bukti fair,” kata Freddy.

Dia berharap bukti yang dibawanya dapat memperkuat laporan yang ditujukan kepada Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga. Bila terbukti, kubu pasangan calon presiden bernomor 02 itu dapat disanksi maksimal sesuai Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Bila mengacu pasal tersebut,  sanksi beratnya yakni diskualifikasi Prabowo-Sandiaga dalam Pilpres 2019. Menurut Freddy, sanksi itu perlu diberikan karena penyebaran kabar bohong merupakan tindakan yang memalukan dan merusak demokrasi. “Jadi harus diproses pelanggaran pemilu, pidana pemilu, maupun secara administrasi,” kata Freddy.

Hal serupa disampaikan Sayidi. Dia berharap agar saksi dan bukti yang dibawa GNR dapat memperkuat laporan terhadap BPN Prabowo-Sandiaga sehingga Bawaslu memberikan sanksi. Jika sanksi tidak diberikan, Sayidi khawatir kasus semacam ini kembali muncul dan merusak proses pemilu.

Setelah klarifikasi, Bawaslu akan mengkaji berbagai laporan tersebut. Jika menemukan dugaan pelanggaran, Bawaslu akan meminta klarifikasi Badan Pemenangan Prabowo-Sandiaga sebagai pihak terlapor. (Baca juga: Dijerat Pasal Berlapis, Polisi Tahan Ratna Sarumpaet).

Lebih lanjut, Bawaslu akan berkoordinasi dengan Kepolisian dan Kejaksaan Agung bila dugaan tersebut semakin kuat. “Kemudian dianggap sebagai dugaan pelanggaran ketertiban umum, baru dibahas Sentra Penegakan Hukum Terpadu,” Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar.

Sebelumnya, Ketua DPP Gerindra Ahmad Riza Patria menyatakan tak masalah dengan beberapa laporan terhadap Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno ke Bawaslu. Laporan tersebut dilayangkan terkait kebohongan Ratna Sarumpaet, eks anggota Badan Pemenangan Nasional.

(Baca: Prabowo Dilaporkan Soal Kebohongan Ratna, Gerindra Minta Bawaslu Adil)

Menurut Riza, setiap warga negara memiliki hak dan kedudukan yang sama di mata hukum. Terlebih, saat ini kontestasi politik cukup ketat di antara para kandidat yang bersaing menuju Pilpres 2019. Prabowo-Sandi akan siap jika Bawaslu memanggil.

Hanya saja, dia meminta Bawaslu adil dan bijak dalam memproses berbagai laporan tersebut. Lembaga tersebut tak boleh tebang pilih lantaran Prabowo-Sandi berada di kubu oposisi. “Jadi kuncinya adalah keadilan, sama terhadap semua pihak,” kata Riza di Hotel Aryaduta, Jakarta, Jumat (5/10).