Badan Geologi Ungkap Penyebab Fenomena Tanah Bergerak di Palu

ANTARA
Sebuah bangunan pusat perbelanjaan yang roboh akibat gempa di Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9).
3/10/2018, 15.53 WIB

Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan penyebab gempa, tsunami, hingga adanya fenomena tanah bergerak atau likuifaksi di Palu, Sulawesi Tengah. Fenomena itu terjadi secara berurutan pada Jumat sore, 28 September 2018 lalu.  

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Rudy Suhendar mengatakan likuifaksi yang terjadi di Palu merupakan kejadian terbesar yang dialami di Indonesia. Bahkan, fenomena tanah bergerak ini lebih besar dari gempa Aceh Timur, dan Lombok Nusa Tenggara Barat.

Likuifaksi di Palu itu terjadi karena tanah yang terdampak merupakan susunan tanah alluvium. Ini merupakan tanah endapan yang mengandung pasir halus yang mengalami erosi tanah. Tanah alluvium biasanya berada di zona dekat dengan aliran sungai.

Jadi, saat gempa berkekuatan 7,4 skala richter (SR) ini mengguncang Palu, Jumat lalu, endapan air yang ada di dalam tanah itu muncul ke permukaan. Munculnya air itu karena daya dukung tanah lemah. “Air naik ke atas menjadi seperti bubur, sehingga bangunan atau barang diatasnya amblas ke dalam, karena tanahnya bergerak," ujar Rudy di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (3/10).

Menurut Rudy, Palu merupakan wilayah tempat sesar Palu Koro berada. Sesar Palu Koro adalah patahan kerak bumi (sesar) berdimensi cukup besar. Sehingga ketika gempa berkekuatan besar terjadi mampu merontokkan bangunan di atasnya.

Selain itu, Rudy menjelaskan tsunami yang melumat kota Palu, Sigi dan Donggala di Sulawesi Tengah. Tsunami di daerah tersebut diperkirakan mencapai 7 meter dan memasuki daratan hingga 2 km. Kecepatan tsunaminya diperkirakan 800 km/jam.

Tsunami terjadi di Palu karena ada dinding sedimen di bagian timur teluk palu yang runtuh secara masif akibat gempa, sehingga memunculkan dorongan berupa gelombang. Menurutnya gelombang tsunaminya berjalan cepat ke daratan lantaran tsunami terjadi di area teluk yang wilayahnya dangkal.

Saat ini pihaknya masih menganalisis dampak fenomena alam di Palu terhadap kontur tanah di sana. Analisis ini untuk menghasilkan rekomendasi kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai acuan tata ruang pembangunan bangunan pasca gempa di Palu.

Rekomendasi itu setidaknya memuat dua hal, yakni daerah yang boleh dibangun bangunan di atasnya, dan daerah yang boleh dibangun bangunan asal memenuhi sejumlah persyaratan, misalnya bangunan yang dibangun tahan gempa. Rekomendasi itu targetnya keluar dalam satu pekan ke depan. "Tim kami sedang bekerja di lapangan," kata Rudy.

Rudy mengimbau masyarakat Palu tidak panik menghadapi gempa. Menurutnya gempa-gempa susulan lumrah terjadi karena merupakan sifat dari lempeng bumi untuk memperoleh keseimbangan. Sehingga diperlukan getaran berupa gempa untuk membuat kondisi lempeng stabil.

Namun, Rudy membantah, Palu akan tenggelam akibat banyaknya gempa. "Kalau pun ada kejadian tak akan besar. Jadi tidak perlu ketakutan berlebihan," kata dia.

(Baca: BKPM: Donatur Internasional Tawarkan Dana dan Jasa untuk Tsunami Palu)

Potensi Gempa di Indonesia

Rudy mengatakan Indonesia memiliki potensi gempa. Potensi itu terbentang mulai dari Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur Sulawesi, Maluku, dan Papua. Ini karena daerah tersebut berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif utama dunia (Indo-Australia, Pasifik dan Eurasia). Sementara Kalimantan memiliki potensi gempa lebih rendah karena tidak berada di zona tempat bertemunya dua lempeng aktif.

Namun, Rudy tidak bisa memprediksi kekuatan gempa yang bisa terjadi ke depan. Sebab dari data statistik yang ia miliki, kekuatan gempa tiap daerah berbeda-beda, tergantung kondisi geologi dan wilayah terjadinya gempa.

Sebagai upaya mitigasi bencana, Badan Geologi memetakan daerah yang pernah terjadi tsunami yang disajikan dalam peta rawan gempa bumi dan tsunami. Tak hanya itu juga menyajikan Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gempa bumi dan Tsunami secara rutin yang disampaikan kepada seluruh pemerintah daerah. Peta-peta tersebut selalu diperbaharui setiap enam bulan.

Terkait gempa yang terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah, Badan Geologi telah membuat Peta KRB Gempa bumi Provinsi Sulawesi Tengah, Peta KRB Tsunami Teluk Palu dan Peta Mikrozonasi Gempa bumi Palu. "Penataan ruang hendaknya berbasis kebencanaan termasuk semua infrastruktur bangunan harus mempertimbangkan aspek kegempaan, sebagai upaya mitigasi,” ujar Rudy.