Menakar Lobi Personal Sandiaga di Tengah Kekosongan Tim Kampanye

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Bakal calon wakil presiden Pilpres 2019 Sandiaga Uno (kanan) tiba di gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/8). Sandiaga menyambangi KPK untuk menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sebagai salah satu syarat untuk verifikasi KPU sebagai calon peserta Pilpres 2019.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
16/9/2018, 06.05 WIB

Sejak mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto, Sandiaga Uno langsung tancap gas melakukan lobi-lobi politiknya. Dalam sebulan terakhir, dia kerap mengunjungi tokoh politik hingga petinggi organisasi kemasyarakatan (ormas).

Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta ini sempat mendatangi beberapa politisi senior Golkar, seperti Aburizal Bakrie, Akbar Tandjung, dan Jusuf Kalla. Dia juga menyambangi sejumlah tokoh Nahdlatul Ulama, seperti Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj, istri Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Sinta Nuriyah Wahid, serta anaknya Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid (Yenny Wahid).

Teranyar, Sandiaga mengunjungi Ketua Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simajuntak di kantornya, Jakarta, Jumat (14/9). Dalam pertemuan tersebut, Dahnil dan Sandiaga banyak berbicara mengenai masalah ekonomi Indonesia saat ini. (Baca: Ditantang Pemuda Muhammadiyah, Sandiaga Akan Lawan Bandit Politik).

Tak hanya terpusat di Ibu Kota, mantan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu pun kerap bersafari ke berbagai daerah, termasuk ke pasar tradisional. Dia selalu menyempatkan waktu berbincang dengan mereka, menanyakan berbagai isu saat ini. Semua dilakukan secara langsung dan personal.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai gerilya politik secara personal oleh Sandiaga dapat menarik dukungan yang lebih besar dalam pemilihan presiden (Pilpres 2019). Cara komunikasi interpersonal tersebut merupakan sarana efektif dalam mempersuasi orang lain.

Menurut Emrus, perilaku dan sikap seseorang dapat berubah melalui komunikasi interpersonal. Mereka yang ditemui Sandiaga bisa saja mempertimbangkan ulang pilihannya setelah berkomunikasi secara empat mata. “Lobi personal Sandiaga ini memang sangat efektif untuk perubahan perilaku,” kata Emrus kepada Katadata.co.id di Jakarta, Jumat (14/9).

Karena itu, pilihan Sandiaga untuk melakukan lobi personal para tokoh politik dan petinggi ormas dinilai yang tepat untuk menggalang dukungan lebih besar. Apalagi, setiap tokoh ini biasanya memiliki pengikut yang cukup loyal.

Dengan melakukan lobi politik terhadap mereka, Sandiaga bisa mendapatkan efek elektoral yang cukup besar. “Bisa saja ketika Sandiaga dekati satu tokoh maka pendukungnya mengikuti pilihan dia,” kata Emrus. (Baca pula: Perang Tagar Tak Akan Signifikan Merangkul Pemilih Mengambang)

Penilaian senada disampaikan Ujang Komarudin. Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini mengatakan lobi personal Sandiaga menjadi penting dalam konteks politik di Indonesia. Sebab, struktur masyarakat Tanah Air cenderung masih bersifat feodal.

Mereka, lanjut Ujang, senang didatangi secara langsung oleh lawan bicaranya. Dengan lobi personal, tokoh politik, petinggi ormas, bahkan masyarakat merasa dihormati. “Konteks itu yang menjadi landasan Sandiaga Uno bergerak meminta dukungan ke sana-kemari. Tanpa mendatangi, tidak ada respect dari masyarakat,” kata Ujang.

Meski demikian, Ujang menilai lobi personal Sandiaga bukanlah karena pertimbangan persuasif semata. Dia menduga langkahnya juga disebabkan belum matangnya struktur tim pemenangan di kubu oposisi.

Selama ini, konflik internal memang kerap tercium dari tubuh koalisi Prabowo-Sandiaga. Salah satunya lantaran sikap Partai Demokrat yang terkesan setengah hati dalam koalisi ini. (Baca pula: Tanpa Demokrat, Prabowo dan Sandiaga Uno Deklarasi Capres-Cawapres).

Sementara gerilya politik harus segera dilakukan untuk melawan pasangan petahana Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Sebagai petahana, modal elektabilitas dan mesin politik koalisi Jokowi-Ma'ruf lebih besar. “Gerakan itu penting daripada tidak ada sama sekali, sambil memperkuat struktur tim yang ada,” kata Ujang.