Jakarta - Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) langsung menurunkan Tim dari Balai Besar Veteriner Denpasar (Unit Pelaksana Teknis dibawah Kementan) untuk mengatasi rabies di Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT). Langkah diambil setelah seorang anak dikabarkan meninggal terkena rabies di wilayah ini. “Tim segera kami kirim, langsung melakukan tindak lanjut pengendalian rabies dengan gerakan pencegahan dan vaksinasi. Kita juga melakukan sosialisasi tentang penyakit rabies kepada masyarakat di sekitar lokasi kasus,” kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita saat ditemui di kantornya pada Selasa
(04/09/2018). Menurutnya, sosialisasi ini sangat penting.
Pada banyak kejadian kasus rabies umumnya terjadi karena kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang bahaya rabies. Pembasmian rabies sulit dilakukan tanpa kesadaran masyarakat, bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merasa perlu untuk membuat peringatan World Rabies Day yang jatuh setiap 28 September. Penyakit anjing gila atau rabies merupakan penyakit hewan menular akut yang dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis) melalui gigitan hewan tertular.
NTT merupakan salah satu provinsi tertular rabies dengan sejarah penularan sejak 1997. Strategi yang ditetapkan untuk pengendalian rabies pada wilayah tertular adalah vaksinasi dengan target cakupan lebih dari 70 persen populasi anjing, sosialisasi, pengawasan lalu lintas anjing, manajemen populasi anjing, dan surveilans. Untuk mengendalikan rabies di Kabupaten Sikka, I Ketut Diarmita menyampaikan, tiap tahun Kementan mengalokasikan program penanggulangan rabies dan dana pengendalian rabies. Khususnya untuk penyediaan vaksin anti rabies, operasional dan logistik vaksinasi, monitoring, serta koordinasi pelaksanaan program.
Selain dukungan dalam bentuk dana operasional, I Ketut menyebutkan bahwa Ditjen PKH juga mengerahkan Tenaga Harian Lepas (THL) dokter hewan sebanyak 20 orang dan paramedik veteriner 42 orang, untuk membantu pelaksanaan program pengendalian dan pembebasan rabies di NTT. “Tahun 2018 telah kita alokasikan Dana Tugas Pembantuan (TP) sebanyak 1,5 juta dosis dengan nilai anggaran sebesar 35 Milyar Rupiah untuk prioritas Provinsi tertular Rabies,” jelas I Ketut. Dana tersebut termasuk alokasi vaksin untuk Provinsi NTT sebesar 250 ribu dosis, beserta komponen pendukungnya dengan nilai mencapai Rp 4 miliar..
Keberhasilan di Bali
Berbagai upaya pengendalian dan penanggulangan rabies dengan strategi utama vaksinasi massal, kontrol populasi, dan sosialisasi telah dilakukan sejak rabies masuk ke Bali.
Pengendalian rabies secara intensif di Bali berlangsung sejak 2010, dan telah berhasil menurunkan kasus rabies pada manusia dan hewan, khususnya antara 2011 hingga 2013. Sdangkan pada 2016 dan 2017, kasus rabies pada hewan berhasil diturunkan kembali sebanyak 83persen (dari 529 kasus pada 2015 menjadi 92 kasus pada 2017).
Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Direktur Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian menyampaikan, berdasarkan data, hampir 90 persen kasus rabies 2018 terjadi di desa-desa yang belum divaksinasi pada saat kasus terjadi, dan di desa cakupannya masih kurang dari 70persen. “Ditjen PKH bersama Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan langsung bertindak cepat untuk melakukan vaksinasi di desa-desa tersebut, sehingga mencapai standar cakupan vaksinasi di atas 70 persen,” ungkapnya.
Fadjar meminta masyarakat yang mengetahui adanya korban gigitan Hewan Penular Rabies (HPR), segera melapor ke Puskesmas atau Rabies Center untuk secepatnya diperiksa dan diberikan Vaksin Anti Rabies (VAR). “Saya yakin apabila semua aparat di daerah melaksanakan secara konsisten strategi teknis pengendalian rabies, dan protokol penanganan kasus gigitan HPR dilaksanakan, maka kasus rabies dapat ditekan dan risiko terjadinya rabies pada manusia dapat kita minimalisir,” paparnya.
Pemerintah saat ini telah mulai menerapkan prinsip "One Health" untuk meningkatkan upaya pengendalian dan pemberantasan rabies pada hewan rentan (terutama anjing, kucing dan kera), serta menekan jumlah korban gigitan pada manusia. Penerapan prinsip One Health melibatkan stake holder terkait bekerjasama melalui lintas kementerian baik Kementerian Pertanian, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutahan (KLHK). Sejauh ini, sembilan provinsi dan beberapa pulau di Indonesia telah terbebas dari rabies. Yaitu provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, NTB, Papua, Papua Barat, Pulau Weh, Pulau Pisang, Pulau Mentawai, Pulau Enggano, dan Pulau Meranti.