KPK Tahan Idrus Marham dalam Kasus Suap PLTU Riau-1

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Idrus Marham bersiap untuk menjalani pemeriksaan kasus dugaan suap proyel PLTU Riau-1 di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (15/8/2018).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
31/8/2018, 19.28 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Menteri Sosial Idrus Marham, Jumat (31/8). Idrus ditahan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, Idrus ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Negara Klas I Jakarta Timur Cabang Rutan KPK, Jalan Kuningan Persada K4, Jakarta. "Ditahan 20 hari pertama," kata Febri dalam keterangan tertulisnya.

(Baca juga: Idrus Marham Diduga Sepakat Terima Rp 21,8 Miliar di Proyek PLTU Riau)

Idrus ditahan setelah menjalani pemeriksaannya hari ini sejak resmi ditetapkan sebagai tersangka pada pekan lalu.

Idrus awalnya mendatangi KPK pukul 13.37 WIB. Setelah lima jam diperiksa, Idrus keluar KPK pukul 18.30 WIB menggunakan rompi oranye khas tahanan KPK.

KPK sebelumnya menerangkan Idrus diduga menerima hadiah atau janji bersama anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih. Idrus dijanjikan menerima US$ 1,5 juta atau setara dengan Rp 21,8 miliar apabila membantu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budistrisno Kotjo menggarap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

(Baca juga: Tersangka Kasus PLTU Riau-1, Idrus Marham Mundur sebagai Mensos)

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengatakan, Idrus diduga menerima janji untuk mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah suap terhadap Eni sebesar US$ 1,5 juta. Janji diberikan bila Kotjo dan rekanannya berhasil meneken jual beli (purchase power agreement/PPA) PLTU Riau-1.

"IM (Idrus Marham) juga diduga berperan mendorong agar proses penandatanganan PPA dalam proyek pembangunan PLTU mulut tambang Riau-1," kata Basaria di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/8).

Selain itu, Idrus diduga mengetahui dan ikut andil terkait penerimaan uang oleh Eni dari Kotjo. Rinciannya, uang sebesar Rp 4 miliar sekitar November-Desember 2017. Kemudian, uang yang diterima Eni sebesar Rp 2,25 miliar pada Maret dan Juni 2018.

Fakta keterlibatan Idrus tersebut ditemukan dari keterangan saksi, surat, dan petunjuk selama penyidikan terhadap Eni dan Kotjo. KPK pun menangkap Eni dalam operasi tangkap tangan (OTT) di rumah dinas Idrus pada Jumat (13/7).

Menurut Basaria, fakta itu menjadi bukti permulaan untuk penyidikan baru dan penetapan tersangka terhadap Idrus. Basaria mengatakan, penyidikan baru terhadap Idrus mulai dilakukan sejak Selasa (21/8), setelah meminta keterangan beberapa kali.

Atas perbuatannya, Idrus disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.