Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang penghapusan tunggakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) perusahaan tambang mineral dan batu bara. Tujuannya agar hal yang tidak layak lagi dijadikan sebagai kekayaan negara tetapi tercatat dalam neraca pemerintah.

Direktur Penerimaan Mineral dan Batu Bara Jonson Pakpahan mengatakan penghapusan tunggakan PNBP ini bukan upaya satu-satunya yang dilakukan pemerintah dalam mengejar PNBP. Kementerian ESDM sudah melakukan penagihan pertama hingga ketiga.

Tidak hanya itu, Kementeriaan ESDM sudah berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Upaya lainnya seperti rekonsiliasi piutang dengan wajib pajak.

Namun, opsi penghapusan tunggakan PNBP ini juga untuk memastikan kalau penerimaan negara itu yang benar menjadi hak pemerintah. Apalagi, ada beberapa lahan tambang yang tumpang tindih. Lahan itu masuk kategori tidak sesuai ketentuan (nonclear and clean/CnC).

Jonson mencontohkan ada lahan tambang sekitar 100 meter. Lahan ini terjadi tumpang tindih sehingga ada tiga pemilik. Namun, pemerintah menagih ketiga pemilik tersebut, sehingga total tagihannya 300 meter. Penagihan seperti itu dinilai tidak adil.

Untuk itu, pemerintah akan mulai menyeleksi perusahaan yang akan mendapatkan penghapusan PNBP. Apalagi, penghapusan tunggakan ini juga memiliki dasar  yakni Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2017 yang mengganti Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2005 tentang Penghapusan Piutang Negara.

Jadi, Kementerian ESDM hanya menyeleksi perusahaan lalu diajukan terlebih dulu ke Kementerian Keuangan. “Kami masih memetakan secara keseluruhan. Sesùai ketentuan, penghapusan tergantung hasil persetujuan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan,” ujar dia kepada Katadata.co.id, Kamis (30/8).

Kementerian ESDM juga memiliki kriteria yang akan mendapatkan peluang penghapusan pajak. Pertama, perusahaan yang dulu mempunyai tunggakan iuran tetap tapi tidak memperoleh CNC. Kedua, tunggakan iuran tetap perusahaan sudah terminasi dan tidak diketahui alamatnya. Ketiga, iuran tetap persusahaan yang oleh pemerintah daerah sudah dinyatakan tidak diketahui dan tidak mask dalam daftar CnC. Keempat, perusahaan yang keberatan atas hasil pemeriksaan instansi pemeriksa dan realitasnya dapat pemerintah benarkan.

Adapun tunggakan PNBP sampai semester I-2018 mencapai Rp 4,5 triliun. Dari jumlah itu, sekitar Rp 2,1 triliun merupakan Izin Usaha Pertamabangan yang tidak sesuai ketentuan. Adapun, perusahaan yang tidak sesuai ketentuan mencapai 2.500.  

Opsi itu mendapat sorotan dari beberapa kalangan. Kepala Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Melky Naha menilai opsi penghapusan tunggakan pertambangan menunjukkan secara langsung posisi negara yang tidak serius menegakan hukum kepada perusahaan-perusahaan yang membangkang, tidak menyetor kewajiban.

Melky mendesak pemerintah membuka daftar perusahaan-perusahaan itu kepada publik, terutama terkait kepemilikan dan jenis tunggakan yang belum dilunasi.   “Pemerintah seharusnya segera melakukan langkah penegakan hukum yang tegas, mencabut izin operasi perusahaan bersangkutan, bukan malah membuka opsi yang tidak masuk akal, penghapusan tunggakan,” kata dia berdasarkan keterangan resminya dikutip Kamis (30/8).

(Baca: Aliran Uang Haram Sektor Tambang Indonesia Diduga Mencapai Rp 23,89 T)

Peneliti Centre for Energy Research Asia (CERA) Agung Budiono juga berpendapat apabila tunggakan tidak tertagih, izin tambang harus dicabut. Pencabutan izin ini juga harus dilakukan ke seluruh perusahaan dengan penerima manfaat yang sama untuk menghindari sekedar perubahan nama.

“Hal ini senada dengan payung hukum tentang beneficial ownership (penerima manfaat utama) sehingga dapat dikejar siapa pemilik dan penerima manfaat utamanya. Selain itu, Ditjen Pajak juga memungkinkan menelusuri dari aspek pajak dari si beneficial ownership dari perusahaan tambang yang menunggak,” kata Agung.