Survei lembaga Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin menggerus elektabilitas Presiden Joko Widodo (Jokowi). Suara Jokowi setelah disandingkan dengan Ma'ruf sebagai calon wakil presiden (cawapres) turun sebesar 1,4%.
Dari hasil survei, elektabilitas Jokowi secara personal sebesar 53,6%. Ketika disandingkan dengan Ma'ruf, elektabilitasnya menjadi 52,2%.
"Sentimennya negatif, Kiai Ma'ruf sedikit mengurangi elektabilitas Jokowi," kata peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby di kantornya, Jakarta, Selasa (21/8).
(Baca juga: Efek Ma'ruf Amin Jadi Cawapres, Isu SARA akan Bergeser ke Ekonomi)
Adjie memaparkan, Ma'ruf memang dapat menambah suara Jokowi di basis pemilih muslim. Secara personal, elektabilitas Jokowi di kalangan tersebut sebesar 51,7%. Namun saat berduet dengan Ma'ruf, elektabilitasnya terkatrol menjadi 52,3%.
Hanya saja, adanya Ma'ruf menggerus elektabilitas Jokowi di tiga kantong suara lainnya, yakni pemilih non-muslim, kaum terpelajar, serta pemilih pemula. Pada pemilih non-muslim dengan basis suara 10,1% dari total pemilih, elektabilitas Jokowi turun 18,8%.
Secara personal, elektabilitas Jokowi di kalangan pemilih nonmuslim mencapai 70,3%. Saat bersama Ma'ruf, elektabilitasnya di pemilih nonmuslim hanya sebesar 51,5%.
(Baca juga: Sepekan Daftar Pilpres, Prabowo-Sandi Lobi Maraton ke Golkar dan NU)
Pada pemilih berpendidikan kuliah atau lebih tinggi dengan basis 9,9% dari total suara, elektabilitas Jokowi secara personal mencapai 50,5%. Angka tersebut turun 1,1% menjadi 40,4% ketika Jokowi berpasangan dengan Ma'ruf.
Pada pemilih berusia 19 tahun ke bawah atau pemula dengan basis 3,4%, elektabilitas Jokowi secara personal mencapai 47,1%. Ketika diduetkan dengan Ma'ruf, perolehan suara Jokowi turun 7,6% menjadi 39,5%.
"Ma'ruf hanya bisa menambah dukungan di pemilih muslim. Di pemilih lain ternyata membawa efek negatif," kata Adjie.
Perlu dukungan Ahok
Adjie menilai, turunnya elektabilitas Jokowi merupakan efek kejut dari dipilihnya Ma'ruf. Sebagian pemilih tersebut, kata Adjie, kecewa lantaran Ma'ruf dianggap sebagai tokoh yang ikut menyeret eks Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ke penjara karena kasus penodaan agama.
Padahal, banyak pemilih Jokowi juga mendukung Ahok selama menggantikannya memimpin Jakarta. "Itu yang kemudian membuat pemilih cenderung terkejut dan lari," kata Adjie.
(Baca juga: Jokowi Andalkan Ma'ruf Amin untuk Perkuat Ekonomi Umat)
Untuk bisa kembali merangkul suara pemilihnya, Jokowi dinilai perlu menggaet Ahok agar mampu menggiring opini publik. Hanya saja, pelibatan Ahok perlu dilakukan secara terbatas.
Jika dukungan diberikan secara terbuka oleh Ahok, Adjie khawatir nantinya pemilih muslim yang akan mengalihkan suaranya ke kubu pesaing, yakni Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. "Kalau endorsement-nya terbatas di komunitas minoritas menurut saya akan berpengaruh, karena Pak Ahok adalah simbol perlawanan minoritas," kata Adjie.
Sandi didukung suara perempuan
Sebaliknya, Sandi justru mampu menaikkan elektabilitas Prabowo. Secara personal, Prabowo hanya memiliki perolehan suara sebesar 28,8%. Ketika bersama Sandiaga, elektabilitasnya naik menjadi 29,5%.
Sandiaga dapat menaikkan suara Prabowo di tiga kantong suara, yakni pemilih perempuan, pemilih pemula, dan kaum terpelajar. Pada pemilih perempuan, diduetkannya Prabowo bersama Sandiaga dapat mengatrol elektabilitas sebesar 4,8%.
(Baca juga: Prabowo-Sandiaga Klaim Ingin Berkuasa Agar Tak Ada Lagi Orang Miskin)
Secara personal, elektabilitas Prabowo di basis pemilih perempuan hanya sebesar 25,2%. Ketika bersama Sandiaga, elektabilitasnya menjadi 30%.
Pada pemilih pemula, secara personal elektabilitas Prabowo hanya sebesar 34,2%. Sementara ketika bersama Sandiaga, elektabilitasnya naik 5,3% menjadi 39,5%.
Pada segmen kaum terpelajar, elektabilitas Prabowo secara personal sebesar 37,4%. Ketika diduetkan dengan Sandiaga, elektabilitas Prabowo naik 7,1% menjadi 44,5%.
"Ada tren kenaikan Prabowo ketika berpasangan dengan Sandiaga Uno," kata Adjie.
Survei LSI Denny JA tersebut diadakan pada 12-19 Agustus 2018 dengan melibatkan 1.200 responden di seluruh Indonesia. Pemilihan responden dilakukan secara acak (multistage random sampling) dengan tingkat kesalahan (margin of error) sebesar +/- 2,9% dan tingkat kepercayaan sebesar 95%.