Tim Khusus Ekonomi Dinilai Lebih Penting daripada Ekonom Jadi Cawapres

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Presiden Joko Widodo menggendong seorang anak saat kunjungan kerja di Distrik Agats, Kabupaten Asmat, Papua, Kamis (12/4/2018).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
20/7/2018, 20.17 WIB

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilpres 2019 tak perlu seorang ahli ekonomi atau ekonom. Enny menilai jauh lebih penting jika Jokowi nantinya membentuk tim khusus yang solid dalam mengatasi permasalahan ekonomi yang terjadi saat ini.

Alasannya, selama ini figur wapres yang berlatar belakang ekonom tak selalu mampu mendorong perekonomian lebih baik. Enny mencontohkan, ketika Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memilih Jusuf Kalla atau JK sebagai wapres, kondisi ekonomi di Indonesia memang cukup membaik.

Saat itu kondisi eksternal cukup mendukung serta harga komoditas yang bagus pada periode 2004-2009. Namun, begitu SBY berdampingan dengan Boediono, dia menilai kondisi ekonomi Indonesia tak lebih baik.

"Sekarang Jokowi gandeng JK tidak sebaik masa SBY-JK, artinya figur wapres tak selalu jadi penentu," kata Enny di Jakarta, Jumat (20/7).

(Baca juga: Survei LSI Denny JA sebut Lima Tokoh Ideal Jadi Cawapres Jokowi)

Lagipula, Enny menilai kompleksitas persoalan ekonomi tak mungkin dapat diselesaikan hanya dengan memilih figur cawapres berlatar belakang ahli ekonomi. Karenanya, dia menilai tim ekonomi yang solid lebih dibutuhkan.

Menurutnya, tim yang tak solid dapat menimbulkan banyak perbedaaan pendapat antar kementerian/lembaga. "Itu yang menyebabkan kinerja pemerintahan jadi maksimal," kata Enny.

Wakil Sekretaris Jenderal PKB Daniel Johan sepakat dengan Enny. Daniel menilai tak masalah jika cawapres Jokowi nantinya bukan berlatar belakang ekonom.

Sebab, tugas wapres nantinya bukan hanya terpaut pada masalah ekonomi semata. Wapres, kata Daniel, punya berbagai masalah yang lebih kompleks untuk diselesaikan bersama presiden.

"Tak masalah (cawapres tak berlatar ekonom), yang penting dia memahami persoalan ekonomi dan didukung tim yang kuat," kata Daniel.

Daniel pun menilai tim ekonomi yang kuat benar-benar diperlukan Jokowi untuk mengatasi berbagai masalah saat ini. Salah satu masalah tersebut yakni depresiasi rupiah.

(Baca juga: Pilihan Cawapres Jokowi Diperkirakan Tak Buat Koalisi Pecah)

Mengacu pada data Reuters, nilai tukar rupiah berada pada level 14.525 per dolar Amerika pada perdagangan di pasar spot, Jumat (20/7/2018). Artinya, rupiah melemah 0,38% dari penutupan hari sebelumnya.

Daniel mengatakan, depresiasi rupiah bila tak segera ditanggulangi dapat berdampak negatif kepada ekonomi Indonesia. Sebab, saat ini Indonesia saat ini masih cukup tinggi bergantung dengan impor.

Jika hal tersebut tak segera diatasi, dia memprediksi harga-harga komoditas semakin tinggi. Kemudian, kondisi ini akan mempengaruhi daya beli masyarakat.

"Kalau dibiarkan ini akan jadi masalah serius bukan hanya pemerintah, tapi masyarakat," kata Daniel.

Ketua DPP Partai Golkar Eka Sastra menyatakan tak mempermasalahkan figur dari cawapres pendamping Jokowi. Hanya saja, dia menilai cawapres tersebut tetap harus memiliki visi ekonomi yang jelas.

Menurut Eka, cawapres Jokowi nantinya perlu memiliki solusi untuk mendorong proses industrialisasi, penciptaan lapangan kerja, stabilisasi pangan, serta masalah ketersediaan perumahan. Keempat hal tersebut, kata dia, bakal membantu perbaikan ekonomi Indonesia.

"Kita butuh tokoh, orang, dan pemikiran yang memang bisa menyelesaikan masalah ini," kata Eka.