Ombudsman RI menilai Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli) yang dibentuk pemerintah belum efektif. Kinerja penindakan satgas tersebut di berbagai wilayah masih cenderung kurang optimal.
Di Jakarta misalnya, dari 182 operasi tangkap tangan (OTT) selama 20 Oktober 2017 - 19 Januari 2018 oleh Satgas Saber Pungli, hasil rampasan yang didapatkan hanya sebesar Rp 183,7 juta. Selain itu, dari 182 OTT Satgas Saber Pungli di Jakarta, hanya lima yang berkasnya dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke Kejaksaan (P21).
Di Papua, Satgas Saber Pungli hanya melakukan tujuh kali OTT dengan hasil rampasan sebesar Rp 33 juta. Dari jumlah tersebut, baru lima kasus P21.
Ada pun di Sumatera Utara, OTT yang dilakukan Satgas Saber Pungli mencapai 137 kali dengan nilai rampasan sebesar Rp 1,5 miliar. Meski demikian, baru 50 kasus yang dianggap P21. Belum ada satu pun kasus hasil penindakan masuk persidangan dan mendapatkan vonis.
(Baca: Jokowi: Hati-Hati Ada Saber Pungli)
Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala menilai lemahnya kinerja Satgas Saber Pungli karena terdapat beberapa hambatan. Salah satunya lantaran anggaran yang dianggap kurang.
Adrianus mengatakan, dukungan anggaran dari pemerintah daerah terbatas dan tidak seragam di seluruh wilayah. "Selain itu masih ada Unit Pemberantasan Pungli (UPP) di daerah yang belum menganggarkan dana untuk kegiatan Saber Pungli," kata Adrianus di kantornya, Jakarta, Jumat (20/7).
Berdasarkan investigasi Ombudsman, keluhan anggaran menempati posisi pertama dari Satgas Saber Pungli, yakni 34% di UPP Provinsi dan 32% di UPP Kabupaten/Kota. Hanya saja, Adrianus menilai permasalahan anggaran tidak mutlak menjadi hambatan Satgas Saber Pungli melaksanakan tugasnya.
Sebab, ada pula UPP yang anggarannya kecil namun tetap mampu melakukan penindakan efektif. Ini seperti terlihat di Satgas Saber Pungli Bangka Belitung.
(Baca juga: Ombudsman: Pengawasan Lemah, Banyak Pekerja Tiongkok Jadi Buruh Kasar)
Meski anggarannya hanya Rp 203 juta, mereka dapat melakukan OTT sebanyak 13 kali dengan hasil rampasan mencapai Rp 645 juta. Dari jumlah OTT tersebut, sebanyak empat kasus sudah P21. Sementara, lima kasus sudah divonis oleh pengadilan.
"Tapi ada juga yang anggarannya bagus, malah kinerjanya jelek," kata Adrianus.
Hal lain yang menghambat kinerja Satgas Saber Pungli adalah belum adanya Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas di masing-masing UPP. Ketidakjelasan SOP ini dianggap Adrianus membuat personel Satgas Saber Pungli bingung ketika menangani suatu perkara.
Selain itu, koordinasi berbagai institusi yang tergabung dalam Satgas Saber Pungli belum optimal dan membuat tugas Kepolisian dalam Satgas Saber Pungli menjadi dominan.
Di satu sisi, Adrianus menilai persoalan ini akan membebani kinerja Kepolisian. Di sisi lain akan membuat kemauan dari lembaga lain yang tergabung dalam Satgas Saber Pungli menjadi berkurang.
"Tidak usah di daerah, di Jakarta ada satu lembaga yang harusnya terlibat di Satgas ini tidak pernah datang," kata Adrianus.
Persoalan koordinasi ini juga membuat tumpang tindih kewenangan Satgas Saber Pungli dengan lembaga lain yang memiliki kewenangan serupa, seperti KPK. Karenanya, dia meminta adanya perbaikan SOP yang juga dapat memperlancar proses koordinasi antarlembaga.
"Saran yang kami tegaskan seperti memperbaiki, meningkatkan, melengkapi SOP," kata Adrianus.
Selain itu, kendala lain Satgas Saber Pungli adalah belum adanya call center terpusat. Adrianus mengatakan, ketiadaan call center terpusat membuat masyarakat kesulitan melaporkan masalah pungli yang terjadi.
"Harusnya ada situasi yang efektif dan memudahkan masyarakat. Jangan jadikan masyarakat kecewa," kata Adrianus.