Pemerintah mendorong perluasan penggunaan biodiesel 20% (B20) untuk sektor non- subsidi (Public Service Obligation /PSO). Langkah itu akan diperkuat dengan merevisi beberapa pasal Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
"Akan ada revisi untuk satu atau dua pasal dalam Perpres Nomor 61 Tahun 2015. Kami akan mengubah Perpres secepatnya,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution di Jakarta, Kamis (12/7).
Perubahan Perpres dilakukan karena belum adanya kejelasan terkait skema penggantian selisih HIP untuk sektor non-PSO kepada badan usaha swasta.
(Baca : Biodiesel jadi Senjata Pemerintah Tekan Impor Migas)
Darmin mengatakan, perluasan penggunaan biodiesel ke sektor non-subsidi bertujuan sebagai salah satu upaya menekan impor migas dan memperbaiki neraca perdagangan.
Sementara menurut Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana, penghitungan penggunaan biodiesel juga akan melibatkan pihak Kementerian Perindustrian. Alasannya, biodiesel juga akan digunakan sebagai bahan bakar untuk menunjang kegiatan produksi industri dalam negeri.
Rida mengungkapkan Kementerian Perindustrian telah menyetujui rencana perluasan penggunaan B20. “Sekarang tinggal tunggu revisi Perpres, rencananya akan dipercepat,” ujarnya.
(Baca juga: Sri Mulyani Beri Sinyal Rem Impor Buat Meredam Pelemahan Kurs Rupiah)
Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit Dono Boestami menuturkan, selain wacana perluasan penggunaan biodiesel, pemerintah juga melakukan pengkajian untuk peningkatan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) menjadi 30% (B30).
Namun, realisasi penggunaannya juga masih menunggu rekomendasi industri otomotif, yaitu Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). “Itu masih dibahas,” kata Dono.