Dua perusahaan, PT Relys Trans Logistics (RLT) dan PT Imperia Cipta Kreasi (ICK), kalah dalam perkara Penundaan Kewajiban Penundaan Utang (PKPU) menggugat pengembang megaproyek Meikarta, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU). Meski kalah, dua vendor event organizer itu kembali mendaftarkan permohonan yang sama ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Permohonan PKPU itu didaftarkan kembali pada Kamis (5/7) dengan register 91/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst. Pada hari yang sama, gugatan dua vendor periklanan ditolak lantaran perkara dianggap tak sederhana lagi sebagaimana Pasal 8 ayat 4 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Hakim Ketua Agustinus Setya Wahyu Triwiranto dalam pertimbangan sebelumnya menolak PKPU karena perkara tersebut tengah diproses hukum di Polres Metro Bekasi dan Polda Metro Jaya. MSU melaporkan perkara tersebut ke polisi dengan sangkaan pemalsuan surat, penipuan, serta pencemaran nama baik.
"Kami sudah ajukan PKPU lagi. Pokoknya jangan berpikir kami berhenti," kata kuasa hukum RTL dan ICK, Tommy Sihotang ketika dihubungi Katadata.co.id.
(Baca juga: Pengembang Meikarta Lolos dari Gugatan PKPU)
Direktur ICK Herman mengatakan tak akan menyerah menagih utang karena mengklaim berhak menerimanya. Utang tersebut dianggap bagian dari gelaran pameran promosi Meikarta selama tiga bulan. Sejak Oktober hingga Desember 2017, ICK melakukan pameran di empat lokasi, yakni Lippo Plaza Jember, Lippo Plaza Sidoarjo, Malang Town Square, serta Central Park Meikarta.
Dari pameran di empat lokasi tersebut, ICK mengklaim menggelontorkan dana sekitar Rp 20,4 miliar. Namun, MSU baru membayarkan Rp 2,468 miliar sebagai ijon dari perjanjian kerja. Sehingga, masih ada kekurangan yang ditanggung ICK sebesar Rp 17,53 miliar.
Sementara, RTL telah mengeluarkan biaya untuk promosi pada Agustus 2017 di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Cikarang, Karawang, Bandung, dan Bali sebesar 30,49 miliar. Kendati, MSU baru membayarkan Rp 13,52 miliar. Sehingga, total kekurangan pembayaran sebesar Rp 16,97 miliar.
Alasan penagihan tersebut diperkuat niatan membayar mitra vendor asal Surabaya yang diajak ICK bermitra di Jember, Sidoarjo, dan Malang. Menurut Herman, perusahaannya tak mungkin bekerja sendiri di ketiga daerah tersebut lantaran berpusat di Jakarta.
Karenanya, ICK meminta vendor lokal untuk menyediakan berbagai logistik serta tenaga kerja di sana. Akibat belum dibayar MSU, Herman menyatakan masih memiliki utang kepada vendor tersebut.
"Kalau saya boleh jujur mereka juga belum sepenuhnya lunas, kami talangi. Kami kan juga kasih DP (Down Payment) ke mereka buat jalan, tapi pelunasannya juga mandek," kata Herman di Jakarta, Jumat (6/7).
(Baca juga: Buntut Tagihan Miliaran, Meikarta Laporkan Dua Vendor ke Kepolisian)
Sangkal tuduhan pemalsuan
Herman berpandangan MSU tak punya alasan menunda membayarkan utang. Dia pun menyangkal tuduhan pemalsuan dokumen dan penipuan yang dijadikan dasar MSU tak membayar utang dan melaporkan kepada Kepolisian. Tuduhan itu sempat dialamatkan MSU melihat banyak kejanggalan dalam pembuatan Surat Perintah Kerja (SPK) dengan RTL dan ICK.
Herman mengatakan, sebenarnya sejak awal perjanjian tak pernah ada pembuatan SPK antara ICK dan MSU. Perjanjian kerja hanya berlandaskan pada dokumen persetujuan rencana anggaran biaya (cost approval) terhadap empat kegiatan promosi yang telah ditandatangani manajemen Meikarta pada Oktober 2017.
ICK baru diundang dalam pembuatan SPK oleh MSU pada akhir 2017. Herman mengatakan, pembuatan SPK diminta pihak Marketing Communication MSU dengan alasan perubahan standar operasional prosedur (SOP) untuk pembayaran tagihan.
Dalam pertemuan tersebut, Herman mengingat ada 10 vendor yang ikut diminta untuk melengkapi dokumen SPK. "Itu yang mungkin menyebabkan SPK seolah di belakang," kata Herman.
(Baca juga: Sengkarut Izin dan Pemasaran Megaproyek Meikarta)
Masing-masing vendor, lanjut Herman, diminta MSU untuk membuat draf SPK. Padahal, SPK seharusnya dibuat oleh pemberi kerja kepada para vendor.
Selain itu, Herman juga tak memegang salinan SPK yang telah ditandatangani antara ICK dan MSU. Menurut Herman, pihak MSU kerap berdalih tak mau memberikan salinan SPK lantaran untuk kepentingan internal mereka.
"Sampai sekarang tak pernah pegang SPK dan LOA. Murni dari kita report sama berita acara. Itu serah terima dengan pelaksana di lapangan. Makanya kita bingung kok barang (SPK) juga enggak pernah lihat," kata Herman.
Setelah SPK dikirimkan, sisa tagihan biaya kegiatan ICK tak juga dibayar. Menurut Herman, pihaknya berusaha melakukan komunikasi, baik melalui pihak Marketing Communication MSU maupun bersurel. Namun hal tersebut tak kunjung ditanggapi.
ICK kemudian menunjuk kuasa hukum dan melakukan somasi hingga dua kali pada April-Mei 2018. Sayangnya, upaya tersebut tak juga berhasil. Hal tersebut lah yang akhirnya membuat ICK bersama RTL melakukan gugatan PKPU hingga dua kali.
Tanggapan pengembang Meikarta
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum MSU Ari Yusuf Amir mempersilakan pembuktian argumen ICK di muka hukum. Ari menilai argumen ICK tak logis sehingga tak akan diterima.
Ari pun menilai gugatan PKPU yang kembali diajukan ICK dan RTL akan ditolak oleh hakim. Dia beralasan majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat telah memeriksa perkara ini dan menolak gugatan.
Dia berpandangan, dimasukkannya kembali gugatan PKPU dari RTL dan ICK malah akan membuat proses peradilan menjadi tidak efektif. "Menghabiskan waktu saja persidangan itu, membuat beban peradilan menumpuk perkaranya. Jadi kami sarankan supaya mereka menyadari itu," kata Ari.
Ari mengimbau agar ICK dan RTL tak membuat keruh suasana dan mencoba menjatuhkan nama Meikarta. Menurut Ari, pihaknya tak segan untuk mengusut hal tersebut ke jalur hukum.
"Jangan pernah melakukan tindak pidana itu karena itu pasti akan kami lawan dan kami proses," kata Ari.