Kans TGB, Moeldoko & Anies di Bursa Cawapres Jokowi

ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
Gubernur NTB TGB Zainul Majdi (kedua kiri) bersama Mensos Idrus Marham di Puskesmas Sekotong, Lombok Barat, NTB, Kamis (21/6/2018).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
6/7/2018, 15.32 WIB

Bursa calon wakil presiden (cawapres) pendamping Joko Widodo (Jokowi) semakin hangat sebulan sebelum pendaftaran kandidat Pilpres 2019. Beberapa nama, seperti Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Muhammad Zainul Majdi atau akrab disapa Tuan Guru Bajang (TGB), Kepala Staf Presiden Jenderal TNI (Purn) Moeldoko, hingga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kini mulai meramaikan bursa cawapres Jokowi.

Peluang TGB maju sebagai cawapres mencuat usai menyatakan dukungan terhadap Jokowi dalam Pilpres 2019, Rabu (4/7). CEO Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Djayadi Hanan menilai terbukanya peluang bagi TGB lantaran dia punya potensi meningkatkan elektabilitas Jokowi.

TGB dianggap dapat menggaet pemilih di wilayah Indonesia Timur lantaran pernah menjabat sebagai Gubernur NTB selama dua periode, yakni 2008-2013 dan 2013-2018. TGB juga dinilai sebagai tokoh Islam yang cukup disegani. TGB merupakan tokoh Nahdlatul Waton, ormas Islam terbesar di Lombok, NTB.

(Baca juga: Peluang Anies Hadapi Jokowi Makin Besar bila Prabowo Mundur Capres)

Dengan posisinya itu, TGB diperkirakan dapat merangkul kalangan umat Islam dalam Pilpres 2019. "Dengan asumsi itu maka bisa menjadi salah satu alasan dia dipilih," kata Djayadi.

Selain itu, Djayadi memperkirakan TGB dapat menarik suara dari para pemilih Demokrat. Pasalnya, dia saat ini masih menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah Demokrat NTB.

Hanya saja, Dyajadi memperkirakan tak semua suara Demokrat dapat diraih TGB lantaran dia bukanlah tokoh sentral partai berlambang mercy tersebut. Meski populer, nama TGB tak bisa mengalahkan tokoh seperti Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Komando Satuan Tugas Bersama (Kogasma) Pemenangan Pemilu Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

"Saya kira TGB bukan tokoh sentral Demokrat," kata dia.

(Baca juga: Menanti Kejutan Capres-Cawapres Jelang Pendaftaran Pilpres)

Kendati, Djayadi menilai akan ada dua hambatan bagi TGB untuk bisa maju sebagai cawapres Jokowi. Pertama, TGB bukan satu-satunya tokoh Islam kuat dalam bursa cawapres.

Selain TGB, ada pula nama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum PPP Romahurmuzy. Ada juga nama eks Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang sempat santer masuk bursa cawapres Jokowi. Bahkan Mahfud dalam survei terakhir masuk dalam tokoh lima besar yang dianggap tepat sebagai cawapres.

Partai koalisi pendukung pemerintah pun belum tentu akan menerima TGB menjadi cawapres Jokowi. Alasannya, TGB saat ini masih menjadi kader Demokrat yang belum memutuskan dukungannya kepada Jokowi.

Ketua DPP Demokrat Jansen Sitindaon pun menegaskan dukungan TGB kepada Jokowi merupakan sikap pribadi. Saat ini, Demokrat menjajaki koalisi dengan menawarkan AHY sebagai capres atau cawapres. 

Kans Tipis Moeldoko dan Anies

Moeldoko juga diberitakan masuk dalam bursa cawapres setelah menyatakan mundur dari kepengurussan Hanura.  Beredar kabar menyebutkan mantan Panglima TNI itu juga mengincar posisi orang nomor dua di Indonesia. Namun, belakangan Moeldoko membantah wacana tersebut dan menyatakan pengundurannya untuk fokus di KSP.

Dari berbagai survei, nama Moeldoko sendiri elektabilitasnya belum begitu signifikan. Moeldoko baru muncul belakangan dibandingkan dengan tokoh-tokoh lainnya yang sudah lama digadang.

"Kami belum mendeteksi secara umum. Saya kira seorang tokoh kalau namanya betul-betul potensial seharusnya sudah mulai muncul sekarang, waktunya tersisa sembilan bulan lagi Pilpres," kata Djayadi.

Nama Anies turut serta digadang dalam bursa cawapres setelah Ketua Umum PPP Romahurmuzy sempat menyatakan Anies mulai melakukan pendekatan terhadap Jokowi. Meski demikian, Anies dianggap punya daya tawar yang cukup lemah untuk jadi cawapres Jokowi.

(Baca juga: PKS Harap Gerindra Ikut Dukung Duet Anies-Aher di Pilpres 2019)

Peneliti dari The Center for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes beralasan, Anies memiliki asosiasi kuat dengan kubu pesaing Jokowi yang berasal dari Gerindra dan PKS.

Hal itu merupakan imbas dari pertarungan Anies di Pilkada DKI Jakarta pada 2017 lalu. Ketika itu, Anies yang berpasangan dengan Sandiaga Uno diusung oleh Gerindra, PKS, dan PAN.

Sementara, kebanyakan pendukung Jokowi mendukung pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Jarot Saiful Hidayat. Dengan demikian, Arya ragu jika partai koalisi pendukung pemerintah akan mau menerima Anies sebagai cawapres Jokowi.

"Jadi posisi tawar Anies (sebagai cawapres Jokowi) cukup lemah," kata Arya.

Selain disebut berpotensi sebagai cawapres, baik untuk Ketum Gerindra Prabowo Subianto maupun Jokowi, Anies juga digadang-gadang untuk menjadi calon presiden.

PKS mengusung Anies sebagai capres bersama dengan Prabowo. Selain itu Demokrat pun tertarik menggadang AHY bersama dengan Anies.

Sementara itu, berdasarkan hasil survei Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) pada Mei 2018, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dianggap dua tokoh yang dianggap layak sebagai cawapres.

Keduanya konsisten masuk daftar lima tokoh bersanding dengan pimpinan partai seperti Jokowi, Jusuf Kalla, serta Prabowo. (Baca juga: Survei SMRC: Mahfud MD dan Sri Mulyani Dianggap Tepat Jadi Cawapres)