Denim pada tahun 1800-an merupakan bahan pakaian yang digunakan oleh para penambang Amerika. Jika dulu ketebalan dan kekuatan denim dikenal sebagai ciri khas para pekerja keras, kini bahan jeans telah menjadi bagian dari tren fesyen kasual yang mendunia.
Sementara Amerika Serikat (AS) memiliki beberapa brand denim terkenal seperti Levi’s, Wrangler, dan Lee, para perajin di Indonesia pun tak mau kalah. Atas dasar hal itu dan kecintaannya pada denim, Ahmad Hadiwijaya merintis Birutua Berserikat atau yang dikenal dengan Oldblue Co pada 2010.
Brand lokal ini mengusung workwear brand dengan konsep American Vintage Workwear. Dengan konsep itu Oldblue Co menampilkan jeans klasik yang terinspirasi dari pakaian kelas pekerja AS pada era 1890.
Graphic Designer and Photographer Oldblue Co Aryo Wicaksono menyampaikan, respon masyarakat belum begitu terlihat di awal kemunculan brand ini. "Baru di 2012-2013 mulai banyak, karena ada forum tentang denim di Indonesia. Jadi ada komunitasnya," ujar dia kepada Katadata, akhir pekan lalu (22/6).
(Baca juga: Bekraf Kirim 5 Merek Fesyen ke Pameran 'Jalanan' di AS)
Kini, pesanan datang dari seluruh penjuru negeri, termasuk Papua. Meskipun, ia mencatat pesanan terbanyak masih berasal dari DKI Jakarta. Selain menjual produknya secara langsung pada sebuah gerai di Jalan Cipete IX Nomor 1, Jakarta Selatan, Oldblue Co juga menggandeng beberapa marketplace untuk menjangkau lebih banyak konsumen.
Selain itu, Oldblue Co juga sudah memiliki distributor di enam negara seperti Rusia, AS, Australia, Jerman, Thailand, dan Malaysia. "Mulanya ada portal denim di AS, lalu mereka minta contoh (produk Oldblus Co). Mereka promosikan," kata dia.
Ia menyampaikan, peminat denim memang paling banyak berasal dari luar negeri. Oleh karenanya, Oldblue Co fokus menggarap pasar tersebut. Untuk bisa bersaing, Oldblue Co mengedepankan kualitas dan menyesuaikan diri dengan standar pasar di negara tersebut.
Untuk itu, bahan baku diimpor langsung dari AS dan Jepang. "Di dalam negeri hanya ada satu yang memproduksi premium denim. Kami sudah kerja sama," ujarnya.
Bahkan, Oldblue Co memiliki mesin jahit khusus untuk vintage jeans sejak 2016. Penggunaan mesin jahit ini agar produk menjadi lebih kuat dan tahan lama. Tepian kain di setiap produknya pun dianyam dengan tekni selvage denim supaya lebih rapi dan tidak mudah berumbai. Selain itu, ketebalan bahan denim di setiap produknya mencapai 12 oz sampai dengan 25 oz.
(Baca juga: Ekonomi Kreatif Hadapi Masalah Produksi hingga Ekspor Tak Merata)
Dengan standardisasi tersebur, Aryo mengklaim produknya bisa tahan selama enam hingga tujuh tahun. Sementara produk lain, kata dia, rata-raya hanya setahun. Oleh karena itu, harga produk per potongnya pun bisa mencapai Rp 1,7 juta hingga Rp 2,4 juta.
Namun ia menyampaikan, bahwa perusahannya mulai menggarap produk lain seperti tas sepatu, pin, bandana, dan sabuk pada tahun ini. "Pasar luar negeri antusias, karena harganya untuk mereka tidak terlalu mahal," ujarnya.
Melihat potensi ini, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) pun mengirim Oldblue Co dan empat startup fesyen ‘jalanan’ lain untuk mengikuti pameran streetwear Agenda Show, di Long Beach, California, AS pada 27-29 Juni 2018. “Kehadiran Indonesia di pameran itu sangat penting untuk merebut pasar AS," kata Deputi Pemasaran Bekraf Joshua Puji Mulia Simandjuntak.
Ia menambahkan, untuk mengambangkan ekspor, Indonesia juga harus memiliki spesialisasi produk. "Bukan lagi produk mainstream (yang diekspor), tetapi yang artisian."