Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengajukan usulan pengangkatan 100 ribu guru honorer menjadi guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) di tahun 2018. Usulan ini untuk memenuhi kebutuhan guru PNS di sekolah negeri yang mencapai 998 ribu orang.
"Pengangkatan 100 ribu itu untuk tahun ini, tahun selanjutnya kami lihat kembali," kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (4/6).
Muhadjir mengatakan kebutuhan guru PNS tersebut akan ditelisik lebih lanjut oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB).
Muhadjir memaparkan jumlah guru honorer di seluruh Indonesia sekitar 1,5 juta dari total guru seluruh Indonesia yang berjumlah sekitar 3 juta.
"Guru honorer di sekolah negeri sebesar 735 ribu dan guru honorer di sekolah swasta sebesar 798 ribu," kata Muhadjir.
(Baca juga: 200 Ribu Orang Pensiun, Pemerintah Akan Buka Lowongan CPNS di 2018)
Sementara jumlah guru PNS hanya 1,48 juta terdiri dari guru yang mengajar di sekolah negeri sebesar 1,37 juta dan yang mengajar di sekolah swasta sekitar 100 ribu.
Banyaknya guru honorer tersebut sebagai akibat dari kebijakan moratorium (penundaan) pengangkatan guru. Sehingga sekolah yang tak mendapatkan pengganti dari guru yang memasuki masa pensiun, mengangkat pengajar honorer.
Kemendikbud menghitung kekurangan guru PNS di sekolah negeri sebesar 988 ribu dan akan bertambah karena adanya guru yang akan pensiun.
Muhadjir mencatat, jumlah guru yang pensiun pada 2017 sebanyak 38 ribu dan pada 2018 menjadi 51 ribu. "Pada 2019 guru pensiun sebanyak 62 ribu, pada 2020 sebanyak 72 ribu, dan pada 2021 menjadi sebanyak 69 ribu," kata dia.
Meski kekurangan guru, Muhadjir meminta kepala sekolah menghentikan rekrutmen guru honorer agar jumlah tenaga honorer tak makin menumpuk. Kementerian memberikan solusi persoalan kekurangan guru dengan kebijakan memutasi guru dari sekolah yang jumlah pengajarnya berlebihan ke sekolah lain.
(Baca juga: Sri Mulyani Paparkan Beda Kebijakan THR Pegawai Honorer Pusat-Daerah)
Menurut Muhadjir, hal ini dapat dilakukan melalui kerja sama yang baik dengan pemerintah daerah setempat.
"Karena berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, sekarang ini untuk guru menjadi kewenangan masing-masing pemerintah provinsi untuk SMK, (sementara) SD dan SMP kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Mutasi mutlak di tangan pemerintah daerah," kata Muhadjir.
Pemerintah pun bakal memberikan kewenangan tambahan kepada para guru untuk bisa mengajar lebih dari satu mata pelajaran. Menurut Muhadjir, salah satu hal yang kerap membuat komposisi guru tak efisien lantaran adanya kebijakan linieritas, di mana satu guru hanya mengajarkan satu mata pelajaran.
"Guru kalau mengajar lebih dari satu mata pelajaran dianggap tidak linier dan tidak diakui sebagai tambahan beban kerja," kata dia.