Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka Adhyaksa Dault meminta pemerintah memberikan ganti rugi atas lahan yang akan dipakai untuk pembangunan proyek kereta listrik ringan (light rail transit/LRT) di wilayah Taman Rekreasi Wiladatika, Depok, Jawa Barat. Lahan seluas 4.300 meter persegi yang digunakan untuk stasiun LRT diklaim milik Pramuka.
Menurut Adhyaksa, hal ini diakui oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kejaksaan Agung, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Namun, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan berkukuh jika lahan tersebut milik negara sehingga tak perlu membayarkan ganti rugi.
“Ini bukan tanah kosong tapi tanah Pramuka. Kalau dipakai LRT itu ada penggantian kepada Pramuka,” kata Adhyaksa di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Rabu (9/5). (Baca juga: Akhirnya Anies Terbitkan Izin Penetapan Lokasi LRT Jabodetabek).
Menurut Adhyaksa, argumen Kementerian Keuangan soal lahan Pramuka milik negara tak berdasar. Sebab, klaim tersebut hanya melalui satu surat dari Kementerian Keuangan kepada BPN. Surat yang dibuat pada 2014 itu meminta tanah di Taman Rekreasi Wiladatika menjadi tanah negara. Namun, hal itu tidak pernah terealisasi hingga saat ini.
Apalagi, pemerintah juga pernah membayarkan ganti rugi kepada Pramuka pada 2000 ketika membangun jalan tol. Adhyaksa mengatakan, ketika itu nilai ganti rugi mencapai Rp 1,160 miliar. “Berarti itu bukan tanah negara?” ujar Adhyaksa. (Baca pula: Dua Rangkaian LRT Produksi INKA Tiba di Palembang).
Selain ganti rugi, dia juga menginginkan Pramuka mendapat hak milik untuk mengelola transit oriented development (TOD) LRT di wilayah Taman Rekreasi Wiladatika. Pembangunan dan pengelolaannya dilakukan bersama PT Kereta Api Indonesia.
Karena itu, mantan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga ini menyatakan akan terus memperjuangkan ganti rugi atas lahan tersebut. Dia meyakini akan memenangkannya jika masuk ke ranah hukum. “Tapi ngapain (masuk ranah hukum)? Hanya dengan memberikan ganti rugi kepada kami kan selesai urusannya,” kata dia.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, bisa saja lahan tersebut diberikan kepada Pramuka jika sesuai aturan. Hanya saja, persoalan tersebut akan didalami dulu oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. “Masalah legal kami selesaikan setelah didalami ibu Menteri Keuangan,” kata Luhut.
Masalah lahan memang beberapa kali menjadi ganjalan proyek infrastruktur ini. Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak kunjung menerbitkan izin penetapan lokasi (penlok) untuk trase Setiabudi menuju Dukuh Atas. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi akhirnya memberikan tenggat kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk segera menyelesaikannya.
(Baca juga: Menhub Tunggu Anies Terbitkan Izin Penetapan Lokasi LRT Bulan Ini).
Budi mengatakan, Anies harus segera menerbitkan izin penetapan lokasi pada April 2018 sehingga pembangunan LRT Jabodebek dapat bisa dilakukan. Pada 20 April kemarin, Anies akhirnya mengeluarkan izin penetapan lokasi tersebut. Dengan terbitnya izin penetapan lokasi tersebut, pembangunan LRT di trase kawasan Setiabudi menuju Dukuh Atas bakal dilanjutkan.