Menhan Klaim Selesaikan Gugatan Arbitrase Satelit Perusahaan Inggris

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu saat bersama mantan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (15/6/2017)
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
3/5/2018, 17.24 WIB

Pemerintah saat ini menghadapi gugatan arbitrase internasional yang dilayangkan perusahaan operator satelit asal Inggris, Avanti Communications Group. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyatakan saat ini pemerintah dalam tahap menyelesaikan gugatan senilai US$ 16,8 juta atau sekitar Rp 234 miliar (dengan menggunakan nilai kurs saat ini).

Avanti melayangkan gugatan dengan tudingan pemerintah Indonesia wanprestasi karena belum memenuhi kewajiban membayar sewa satelit L-band Artemis yang ditempatkan di slot orbit 123 derajat bujur timur. Gugatan tersebut saat ini tengah berlangsung di London International Court of Arbitration, sejak dilayangkan pada Agustus 2017.

"Itu (gugatan arbitrase Avanti) sedang dalam proses untuk diselesaikan," kata Ryamizard di kantornya, Jakarta, Kamis (3/5).

(Baca juga: Uzur, Satelit Telkom-1 Dinonaktifkan)

Ryamizard enggan memberikan keterangan lebih lanjut mengenai gugatan tersebut. "Sudah ya, nanti (menjadi isu) politik. Yang jelas jalan terus," kata Ryamizard.

Mengutip dari situs Spacenews.com, Kementerian Pertahanan RI memiliki kontrak sewa Artemis dari Avanti senilai US$ 30 juta. Namun, Kemenhan baru membayar US$ 13,2 juta dan menyisakan tagihan US$ 16,8 juta. 

Karena Indonesia tak membayar tagihan sebesar US$ 16,8 juta tersebut lebih dari setahun, Avanti memutuskan mengajukan gugatan arbitrase. “(Pemerintah Indonesia) belum membantah bahwa jumlah tersebut jatuh tempo dan harus dibayar,” tulis Avanti dalam laporan keuangan 2017 yang dikutip dari Spacenews.com.

Setelah mengajukan gugatan, Avanti kemudian menonaktifkan satelit Artemis pada bulan November 2017 dan menutup 16 tahun masa operasional satelit. Satelit Artemis hanya mendiami orbit 123 derajat bujur timur selama 11 bulan sejak Desember 2016.

Persoalan miskomunikasi

Wakil Ketua Komisi I DPR Bobby Rizaldi meminta agar pemerintah saat ini saling berkoordinasi menyelesaikan gugatan arbitrase Avanti. Sebab, permasalahan ini sebenarnya terjadi akibat miskomunikasi antar kementerian/lembaga untuk pembayaran sewa satelit Artemis.

Bobby mengatakan, pembayaran sewa satelit Artemis kepada Avanti lantaran Kementerian Keuangan tak bisa mencairkan dana. Sebab, belum ada kesepahaman rencana strategis (renstra) terkait penyewaan tersebut antara Markas Besar TNI dengan Kementerian Pertahanan.

(Baca juga: Pemerintah Lelang Proyek Satelit untuk Internet Kecepatan Tinggi)

Padahal, kesepahaman renstra tersebut merupakan syarat mekanisme dari pencairan dana penyewaan. "Solusinya adalah pemerintah saling berkoordinasi untuk menyelesaikannya. Harusnya tidak sulit," kata Bobby.

Bobby menilai pemerintah harus menghilangkan ego sektoral dalam menyelesaikan kasus ini. Menurutnya hal ini penting lantaran jika pemerintah tak segera menyelesaikan, maka slot orbit 123 derajat bujur timur yang saat ini ditempati Indonesia akan hilang. Padahal, slot orbit itu cukup penting mengingat dapat ditempati satelit bergerak yang jangkauannya amat luas.

Setelah Avanti memindahkan Artemis, Indonesia diberi waktu hingga November 2020 untuk mengisi slot orbit 123 derajat bujur timur. Sebelum diisi Artemis, slot itu ditempati satelit Garuda-1. Namun, satelit Indonesia itu bergeser dari orbit sejak 2015. Kemudian, pemerintah menyewa satelit Artemis milik Avanti untuk mengisi orbit tersebut.

Anggota Komisi I DPR RI Roy Suryo mengingatkan pemerintah wajib mengisi slot tersebut karena tepat berada di atas Indonesia. Jika tidak segera diisi, Indonesia bisa saja mengalami kerugian secara bisnis dan bahkan pencurian data oleh negara lain.