Pekerja Asal Tiongkok Terus Bertambah, Paling Banyak di Sektor Jasa

Donang Wahyu|KATADATA
Pekerja di pabrik Toyota Karawang 2, Kawasan Industri Karawang International Industrial City, Karawang, Jawa Barat.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
25/4/2018, 18.28 WIB

Kekhawatiran akan serbuan tenaga kerja asing terutama asal Tiongkok kembali mencuat setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Data Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan jumlah tenaga kerja asing legal asal Tiongkok memang meningkat dengan jenis pekerjaan di bidang jasa, industri serta pertanian dan maritim.

Pada 2017, jumlah tenaga kerja asing yang bekerja legal di Indonesia sebanyak 85.974 orang. Tenaga kerja asing ini berasal dari berbagai negara, dengan asal negara terbanyak dari Tiongkok sebanyak 24.804 orang. Jumlah tenaga kerja asing terbanyak kedua berasal dari Jepang sebanyak 13.540 orang, dan selanjutnya dari Korea Selatan sebanyak 9.521 orang.

Selama 2017 pekerja asing ini paling banyak bekerja di sektor jasa sebanyak 52.633 orang, selanjutnya di industri (30.625) dan pertanian dan maritim (2.716).

(Baca: Menaker Sebut Isu Tenaga Kerja Asing 'Digoreng' untuk Urusan Politik)

Sementara pada 2016 jumlah tenaga kerja asing legal yang tercatat sebanyak 80.375 orang dengan jumlah terbanyak berasal dari Tiongkok sebesar 19.485 orang. Selanjutnya pekerja asing ini berasal dari Jepang sebanyak 13.394 orang diikuti dengan Korea Selatan sebanyak 9.401 orang.

Dari jumlah tersebut, pekerja asing ini paling banyak bekerja di sektor jasa sebanyak 48.174 orang, selanjutnya di industri (29.409) dan pertanian dan maritim (2.792).

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, industri yang menerapkan teknologi 4.0 membutuhkan pekerja asing sebagai tenaga ahli untuk memelihara dan mengoperasionalisasikan berbagai teknologi otomisasi. Pasalnya jumlah tenaga ahli asal Indonesia belum memadai kebutuhan industri.

Airlangga menilai Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dapat mempercepat proses rekrutmen tenaga kerja asing yang dibutuhkan industri.

Aturan yang ada selama ini dianggap menyulitkan para tenaga ahli dari luar negeri lantaran pekerja asing harus memperpanjang visa per enam bulan sekali. Pengurusan izin tersebut, lanjut Airlangga, membutuhkan waktu lama karena prosedural yang rumit.

Padahal, pemeliharaan teknologi 4.0 membutuhkan waktu yang tidak sebentar. “Bila mengurus izinnya saja tiga bulan bagaimana pabrik bisa operasi?” kata Airlangga, Selasa (24/4).

Selain itu, Airlangga juga menilai berbagai perusahaan startup di Indonesia memerlukan banyak ahli dari luar untuk pengembangan bisnisnya. Menurutnya, perizinan yang sulit bagi tenaga kerja asing membuat perusahaan startup lebih memilih pengembangan bisnisnya di negara lain.

 (Baca juga: Wapres JK: Satu Tenaga Kerja Asing Ciptakan 100 Lapangan Kerja Lokal)

Dia pun meminta agar publik tak salah kaprah atas isu yang beredar bahwa diterbitkannya aturan tersebut bakal mengurangi lapangan pekerjaan. Justru, lanjutnya, dimudahkannya perizinan TKA bakal meningkatkan investasi yang berimbas pada terciptanya lapangan pekerjaan.

“Jadi jangan misintepretasi kurangi lapangan kerja,” kata dia.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan pemerintah memangkas izin tenaga kerja asing lewat Perpres Nomor 20 Tahun 2018. Bahkan tenaga kerja asing yang masuk ke sektor tertentu tak lagi memerlukan rekomendasi dari kementerian dan lembaga terkait.

"Misalnya kementerian teknis tinggal duduk sama Kemenaker, buat daftar yang boleh dan tidak boleh masuk di sektor migas siapa misalnya. Jadi Kemenaker sudah ada daftarnya sehingga ketika orang mengajukan tinggal dilihat jabatan ini ada di daftar tidak," kata Hanif.

(Baca juga: Serikat Buruh Akan Ajukan Uji Materi Perpres Tenaga Kerja Asing)

Perpres tentang tenaga kerja asing ini mendapat sorotan, baik dari kelompok oposisi pemerintah di parlemen maupun kaum buruh. Beberapa anggota DPR saat ini tengah mengusulkan dibentuknya Panitia Khusus mengenai Perpres tersebut.

Adapun Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berencana mengajukan gugatan uji materi Perpres tersebut. KSPI beranggapan Perpres tersebut memberikan kemudahan perizinan kepada tenaga kerja asing, dan berpotensi melanggar beberapa undang-undang, di antaranya UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Selain menggugat lewat uji materi, KSPI berencana mengorganisir buruh untuk memprotes Perpres tersebut dalam perayaah Hari Buruh 1 Mei nanti. KSPI menuntut pemerintah mencabut aturan tersebut.