Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bakal mengusung Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani dalam bursa calon wakil presiden (cawapres) pendamping Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilpres 2019. Persaingan bursa cawapres Jokowi menjadi semakin ketat karena masing-masing partai koalisi mengusung perwakilannya masing-masing.
Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) PDIP Sukur Nababan mengatakan Puan masuk dalam bursa internal PDIP karena merupakan salah satu kader yang dianggap potensial.
"Tentu Mbak Puan sebagai kader PDIP menjadi salah satu skala prioritas," kata Sukur di Harris Suite FX Sudirman, Jakarta, Kamis (19/4).
Hanya saja, Sukur mengatakan bursa nama cawapres Jokowi hingga saat ini belum dibicarakan lebih lanjut. Menurut Sukur, pihaknya saat ini masih berfokus bekerja untuk Pilkada 2018 di 171 daerah.
(Baca juga: Megawati Kantongi Daftar Nama Cawapres Jokowi)
Selain itu, PDIP juga tengah menyiapkan proses seleksi calon legislatif dalam Pileg 2019, baik dari tingkat DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, maupun DPR RI. Menurut Sukur, pembahasan mengenai cawapres Jokowi baru akan dilakukan jika segala proses dan konsolidasi internal telah selesai.
"Belum ada yang kami godok siapa nanti yang akan kami usung jadi cawapres Jokowi," kata Sukur.
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebelumnya dikabarkan telah mengantongi beberapa nama yang bakal menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Joko Widodo (Jokowi) berlaga di Pilpres 2019. Daftar nama cawapres ini dikantongi Megawati berdasarkan pengkajian tim internal yang dibentuk PDIP.
Selain PDIP yang mengusung Puan, partai politik koalisi Jokowi juga menjagokan pimpinannya sebagai cawapres. Dewan Pakar Golkar secara resmi telah mengusung Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
(Baca juga: Didukung Elite Golkar, Airlangga Siap Bersaing sebagai Cawapres Jokowi)
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar atau Cak Imin bahkan telah mendirikan posko Jokowi-Cak Imin atau Join di beberapa lokasi, meski pun posisinya sebagai cawapres belum jelas.
Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menilai sebaiknya Jokowi tidak mengambil cawapres dari tokoh partai politik. Sehingga Jokowi dapat menghindari risiko pecahnya koalisi karena perebutan posisi cawapres.
Menurut Qodari, situasi Jokowi saat ini mirip ketika mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan maju kembali dalam Pilpres 2009. Ketika itu, lanjut Qodari, SBY akhirnya memutuskan memilih mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono sebagai cawapresnya.
"Kalau dipilih salah satu (tokoh partai), yang lain marah dengan risiko membubarkan koalisi. Maka diambil non-partai sama sekali di mana dalam arti semua tak dapat sekalian," kata Qodari.
(Baca juga: PKB Resmi Dukung Jokowi di Pilpres 2019, Ada Syarat dari Cak Imin)
Adapun, Qodari menilai jika calon yang tepat bagi Jokowi harus diambil berdasarkan kelemahannya saat ini, yaitu isu ekonomi dan agama. Menurut Qodari, dengan begitu Jokowi mampu untuk mengatasi kedua isu yang mudah dipolitisasi tersebut.
Jokowi juga harus dapat memilih sosok cawapres non-partai yang diterima semua golongan. Dengan begitu, keberatan dari koalisi partai pendukungnya pun akan semakin minim.
"Kuncinya ada di Jokowi, makanya dia akan mengambil calon yang resistensinya yang peling rendah," kata dia.