Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik berbagai partai politik yang menolak usulan Komisi Pemilihan Umum yang akan melarang mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon legislatif (caleg). Beberapa partai yang menolak usulan tersebut yakni, Nasdem, Demokrat, PDIP, Golkar, PPP, PAN, dan Gerindra. Hanya PKB, PKS, dan Hanura yang sepakat dengan wacana KPU tersebut.
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz menilai usulan yang akan tertuang dalam Peraturan KPU (PKPU) merupakan hal baik. Alasannya, pelarangan narapidana korupsi sebagai caleg akan memperbaiki proses seleksi di partai politik.
Selama ini proses rekrutmen caleg di partai politik bermasalah karena tak menggunakan rekam jejak menjaring caleg. "Gagasan ini sebenarnya menawarkan konsep (sistem rekrutmen) kepada partai yang lebih positif," kata Donal di kantornya, Jakarta, Jumat (13/4).
(Baca juga: ICW Catat Sepuluh Potensi Korupsi di Pilkada Serentak 2018)
Donal mengatakan, partai politik seharusnya tak perlu khawatir bila tak memiliki kader yang tersangkut kasus korupsi. Kalaupun ada, wacana ini justru dapat menjadi amunisi bagi partai politik untuk menolak kadernya yang bermasalah.
Argumen beberapa partai politik yang tak mendukung konsep ini dengan alasan mencabut hak politik dianggapnya tak relevan. Menurut Donal, usulan ini hanya digunakan untuk menentukan siapa saja yang boleh mencalonkan diri.
(Baca: Survei BPS: Makin Banyak Masyarakat Menolak Politik Uang Saat Pilkada)
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan banyak partai yang mengklaim bahwa mereka menjaring orang-orang yang berintegritas dan tak terlibat kasus korupsi. Namun, dalam praktiknya hal tersebut tak terbukti.
Berdasarkan data ICW, setidaknya terdapat 59 anggota DPR dan DPRD terpilih dalam Pileg 2014 berstatus hukum tersangka, terdakwa, dan terpidana korupsi.
"Jadi apa yang diatur oleh KPU, dia mengatur seleksi yang selama ini dilakukan partai politik," kata Titi.
Titi juga menilai wacana larangan mantan napi kasus korupsi menjadi caleg dapat diterapkan bagi calon presiden dan calon wakil presiden. Hal itu sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Senada, mantan Komisioner KPU Periode 2012-2017 Hadar Nafis Gumay mengatakan prinsip keadilan diperlukan sebab baik capres, cawapres, dan caleg sama-sama merupakan calon pemimpin. Hadar menilai ketiganya pun sama-sama menentukan keadaan masyarakat ke depannya.
"Dalam pengaturan model seperti itu penyelenggara (KPU) bisa menata supaya setara. Jadi ini ada ruang," kata Hadar.
(Baca: Survei LSI: Semakin Religius Seseorang Tak Menjamin Bebas Korupsi)