Drama Perkara Setnov: Dari Saksi Bunuh Diri hingga Bantuan ke Demokrat

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Terdakwa kasus korupsi KTP elektronik Setya Novanto menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (15/2/2018).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
29/3/2018, 14.11 WIB

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) yang menjerat Setya Novanto (Setnov) selalu diiringi dengan berbagai drama yang kurang mengenakkan. Beberapa di antaranya seperti saksi penting Johannes Marliem yang bunuh diri di Amerika Serikat hingga kecelakaan menabrak tiang listrik. Jaksa juga menyinggung permintaan bantuan Setnov ke Partai Demokrat.

"Hal-hal tersebut meski menghambat penangananan perkara, tapi penuntut umum tetap percaya terhadap kebesaran Tuhan," kata JPU KPK Irene Putri saat membacakan surat tuntutan untuk Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (29/3).

(Baca juga: Setnov Pasrah Hadapi Tuntutan Kasus e-KTP Setebal 2.415 Halaman)

Saksi yang bunuh diri di luar negeri yakni Johannes Marliem. Provider produk automated fingerprint identification system (AFIS) merek L-1 yang digunakan dalam proyek e-KTP diketahui tewas akibat tembakan senjata api di kepalanya.

Sementara, peristiwa kecelakaan menabrak tiang listrik yakni ketika Novanto sempat menghilang ketika didatangi KPK. Peristiwa kecelakaan tersebut terjadi di Jalan Permata Berlian, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada Kamis (16/11) malam.

Selain itu, drama kasus Setnov yang menarik perhatian publik yakni peristiwa penundaan pembacaan dakwaan karena Novanto menolak berbicara. Selama tujuh jam, Novanto mengaku masih merasa sakit sehingga tidak menjawab pertanyaan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

(Baca juga: KPK Ragu Berikan Status Justice Collaborator buat Setnov)

Menurut Irene, meski sulit untuk bisa mengungkap kasus e-KTP, namun dia menilai tak ada kejahatan yang sempurna. Penegak hukum pun akan selalu punya jalan untuk membongkar setiap kejahatan. "You can run, but you cant hide," lanjut Irene.

Menurut Irene, JPU KPK menyadari jika perkara ini cukup menyita perhatian publik. Alasannya, Novanto yang menjadi terdakwa merupakan sosok politisi yang memiliki pengaruh kuat dan pelobi ulung.

Selain itu, banyak pula fakta dalam persidangan yang membeberkan metode baru dalam mengalirkan uang korupsi dari luar negeri tanpa melalui sistem perbankan nasional. Metode ini dilakukan agar terhindar dari deteksi otoritas pengawas keuangan di Indonesia.

"Untuk itu tidak berlebihan rasanya kalau penuntut umum menyimpulkan inilah perkara korupsi yang bercita rasa tindak pidana pencucian uang," kata Irene.

Irene juga menilai perkara ini menarik perhatian publik karena objeknya menyangkut hak asasi Warga Negara Indonesia (WNI). Sebab, e-KTP mencakup identitas diri setiap WNI.

"Kenyataannya, dengan mata telanjang, kita melihat bagaimana tujuan penerapan e-KTP belum tercapai dikarenakan perencanaan dan pembahasan anggaran dicampuri kepentingan bisnis dari pengusaha dan anggota DPR, yang dengan pengaruh politik mengintervensi proses penganggaran dan pengadaan barang dan jasa," kata Irene.

(Baca juga: Setnov Ungkap Puan dan Pramono Terima Uang e-KTP US$ 500 Ribu)

Jaksa juga membeberkan Setnov sempat berencana meminta bantuan Partai Demokrat sebagai antisipasi agar tak diperiksa KPK dalam kasus e-KTP. Selain meminta bantuan Demokrat, jaksa menyatakan Setnov menyiapkan uang Rp 20 miliar jika mantan Ketua Umum Partai Golkar itu dikejar KPK.

"Selain itu, jika terdakwa dikejar KPK, terdakwa akan mempersiapkan uang sejumlah Rp20 miliar untuk KPK," kata jaksa KPK Ahmad Burhanudin yang membacakan tuntutan setebal 2.415 halaman.

Ahmad menyebut Setnov melakukan antisipasi karena menyadari pelanggaran hukum yang dilakukan dalam proyek pengadaan e-KTP. Dalam sidang pemeriksaan terdakwa pada 22 Maret 2018, Setnov pernah mengklarifikasi dana sebesar Rp 20 miliar untuk membayar biaya pengacara.

Dalam kasus korupsi e-KTP, Setnov didakwa merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun dari total proyek Rp 5,9 triliun. Dia diduga menerima US$ 7,3 juta melalui rekannya pemilik OEM Investment Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte Made Oka Masagung dan melalui keponakan Setnov, Diretur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.

Setnov juga didakwa menerima satu jam tangan Richard Mille seri RM 011 dengan harga US$ 135 ribu dari pengusaha Andi Agustinus bersama direktur PT Biomorf Industry Johannes Marliem.

(Baca juga: Demokrat Keberatan PDIP Serang SBY Atas Penyebutan Puan dan Pramono)