Ombudsman RI Perwakilan DKI Jakarta menemukan tindakan maladministrasi dalam pemberlakukan kebijakan penataan pedagang kaki lima di Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, Jakarta yang dikeluarkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Bila dalam 30 hari Anies tak melakukan perbaikan kebijakan, Ombudsman mengancam akan memberikan rekomendasi yang berujung Anies dibebastugaskan sebagai gubernur.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Ombudsman RI Perwakilan DKI Jakarta Dominikus Dalu mengatakan rekomendasi wajib dipatuhi oleh Anies sebagai terlapor sebagaimana tercantum dalam Pasal 37 ayat (1) dan Pasal 38 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI.
"Kalau terlapor atau atasan terlapor tidak melaksanakan ada sanksi administratif. Dia (Anies) bisa dibebastugaskan," kata Dominikus di kantornya, Jakarta, Senin (26/3).
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman memuat sembilan kriteria maladministrasi. Di antaranya: perilaku dan perbuatan melawan hukum; perilaku dan perbuatan melampaui wewenang; kelalaian; pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik oleh penyelenggara negara dan pemerintahan sehingga menimbulkan kerugian materiil atau immaterial bagi masyarakat maupun perorangan.
Ombudsman menemukan maladministrasi atas kebijakan PKL Tanah Abang setelah melakukan pemeriksaan sejak 23 Februari 2018. Salah satu maladministrasi karena Pemprov DKI Jakarta dinilai tidak kompeten dalam melakukan penataan PKL di Jalan Jatibaru.
(Baca juga: Kemenhub Sodorkan Solusi Penataan Tanah Abang ke Pemprov Jakarta)
Dominikus mengatakan, Anies bersama Dinas Koperasi, UKM, dan Perdagangan DKI Jakarta belum mengantisipasi dampak dari penataan PKL di Jalan Jatibaru. Sehingga, kebijakan tersebut menimbulkan dampak kerugian secara ekonomi terhadap para pedagang Pasar Blok G Tanah Abang. Sebab, omzet pedagang Pasar Blok G Tanah Abang mengalami penurunan sebesar 50%-60% pasca pemberlakuan kebijakan tersebut.
Penurunan omzet terjadi akibat sepinya pengunjung yang datang setelah diperbolehkannya PKL berdagang di Jalan Jatibaru. Faktor lainnya karena komoditas yang diperdagangkan antara pedagang Pasar Blok G dengan PKL di Jalan Jatibaru relatif sama.
"Itu turunnya sangat drastis. Kalau dulu sehari bisa minimal lebih dari Rp 10 juta, sekarang hanya Rp 3 juta," kata Dominikus.
Menurut Dominikus, penataan PKL di Jalan Jatibaru mengabaikan aspek keadilan, sebab, pedagang Pasar Blok G yang patuh dan membayar retribusi kurang diperhatikan dengan adanya kebijakan tersebut.
Adapun, solusi Dinas KUKMP DKI Jakarta dengan menawarkan pembinaan berdagang secara online sulit terealisasi saat ini. Sebab, sistem tersebut memerlukan sosialisasi dan waktu yang tidak sebentar.
"Gubernur DKI Jakarta melalui Dinas KUKMP belum mengantisipasi dampak dari penataan PKL di Jalan Jatibaru Raya sehingga tidak selaras dengan tugasnya melaksanakan pembangunan, pengembangan, dan pembinaan koperasi serta usaha mikro, kecil dan menengah, serta perdagangan," kata Dominikus.
(Baca juga: Menhub Akan Minta Gubernur Anies Buka Jalan Stasiun Tanah Abang)
Selain itu, hasil pemeriksaan lapangan Ombudsman menunjukkan Dinas KUKMP tidak melaksanakan tahapan pemindahan dan penghapusan lokasi PKL. Hal tersebut dibuktikan dengan masih banyaknya PKL yang menempati trotoar.
Kebijakan Anies juga dinilai masih parsial. Ini karena Pemprov DKI Jakarta belum memiliki rencana induk penataan PKL dan peta jalan PKL.
"Ketiadaan perencanaan yang matang dan terkesan terburu-buru berdampak negatif pada pelayanan publik secara keseluruhan yang memunculkan potensi kerawanan stabilitas sosial, keamanan, ketertiban, dan ekonomi," kata Dominikus.
Hasil pemeriksaan Ombudsman pun menemukan bahwa penutupan Jalan Jatibaru untuk penataan PKL berdampak terhadap terganggunya fungsi jalan dan membuat kemacetan di ruas jalan lainnya. Kebijakan ini memunculkan potensi pelanggaran lalu lintas akibat terganggunya fungsi trotoar sebagai fasilitas pejalan kaki.
"Hal tersebut merugikan hak pejalan kaki, di mana keberadaan PKL di trotoar menganggu dan mengurangi hak serta kenyamanan pejalan kaki," kata Dominikus.
Kebijakan Anies dalam menutup Jalan Jatibaru Raya juga dinilai telah menyimpang dari prosedur. Alasannya, kebijakan yang dilakukan bersama Dinas Perhubungan DKI Jakarta tersebut tanpa mendapatkan izin terlebih dahulu dari Polda Metro Jaya.
Dominikus merujuk pada ketentuan Pasal 128 ayat (3) Undang -Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal tersebut menyatakan bahwa penggunaan jalan selain untuk kepentingan lalu lintas harus dengan seizin Polri.
Alih fungsi Jalan Jatibaru juga telah melanggar Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, dan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.
(Baca: LRT Fase II Hingga Tanah Abang, Pedagang Blok G Akan Direlokasi)
Adapun, kebijakan Anies berupa diskresi dalam penataan PKL dengan menutup Jalan Jatibaru tidak sejalan dengan ketentuan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Diskresi tersebut juga mengabaikan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030 dan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Pengaturan Zonasi DKI Jakarta 2030.
"Hal ini menurut tim Ombudsman merupakan maladministrasi berupa pengabaian kewajiban hukum," kata dia.
Atas maladministrasi tersebut, Ombudsman pun meminta Pemprov DKI melakukan langkah korektif dengan mengevaluasi secara menyeluruh dan penataan ulang Kawasan Tanah Abang sesuai peruntukannya. Pemprov DKI juga diminta membuat rancangan induk Kawasan Tanah Abang dan rencana induk penataan PKL, menata dan memaksimalkan Pasar Blok G, kemudian mengembalikan fungsi Jalan Jatibaru sesuai peruntukannya.
"Menetapkan masa transisi untuk mengatasi maladministrasi yang telah terjadi saat ini dalam jangka waktu selambat-Iambatnya 60 hari dengan melibatkan partisipasi semua pemangku kepentingan sesuai tugas dan fungsinya masing-masing," tambah Dominikus.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan, laporan hasil pemeriksaan Ombudsman akan segera disampaikan kepada Pemprov DKI Jakarta. Nantinya, Pemprov DKI akan mendiskusikannya untuk mengambil langkah korektif atas penataan PKL di Jalan Jatibaru.
"Jadi prinsipnya tindakan korektif akan kami sampaikan dan kami akan memanfaatkan waktu 30 hari untuk membahas dan menyampaikan hasilnya seperti apa," kata Andri.