Jokowi Persilakan KPK Periksa Puan dan Pramono dalam Kasus e-KTP

Biro Pers Setpres
Presiden Jokowi menghadiri Dzikir Kebangsaan dan Peresmian Pembukaan Rapat Kerja Nasional I Majelis Dzikir Hubbul Wathon di Asrama Haji, Pondok Gede, Rabu 21 Februari 2018.
Penulis: Yuliawati
23/3/2018, 16.56 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memproses hukum dua menterinya yang disebut terdakwa Setya Novanto dalam persidangan kasus korupsi e-KTP. Setnov menyebut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, dan Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, masing-masing menerima uang US$ 500 ribu.

Pemeriksaan kepada dua anak buahnya dapat dilakukan apabila KPK memiliki bukti hukum. "Ya, negara kita ini negara hukum. Jadi kalau ada bukti hukum, ada fakta-fakta hukum, ya diproses saja," kata Jokowi, di gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat (23/4) seperti dikutip dari Antaranews.

Jokowi menegaskan kedua menterinya memiliki posisi yang sama di hadapan hukum. "Semua memang harus berani bertanggung jawab. Dengan catatan tadi, ada fakta-fakta, bukti-bukti hukum yang kuat," kata Jokowi.

(Baca juga: Setnov Ungkap Puan dan Pramono Terima Uang e-KTP US$ 500 Ribu)

Saat pembahasan anggaran KTP elektronik 2011-2012, Puan yang merupakan putri Ketua DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, menjadi ketua fraksi PDI Perjuangan, sedangkan Pramono Anung menjabat wakil ketua DPR.

Dalam persidangan Kamis kemarin (22/3), Setnov menyatakan mendapatkan informasi bahwa Puan Maharani dan Pramono menerima uang masing-masing US$ 500 ribu. Informasi ini dia ketahui dari keterangan terdakwa Andi Narogong dan rekannya pengusaha Made Oka Masagung yang disampaikan saat keduanya mengunjungi rumahnya pada akhir 2011. 

Setnov juga mengatakan sempat mengatakan bertemu dengan Pramono di Solo, Jawa Tengah dan mengkonfirmasi mengenai informasi pemberian uang tersebut.

Pramono Anung telah membantah menerima aliran uang proyek pengadaan e-KTP dan menyatakan siap menjalani pemeriksaan dan mengkonfrontasi hal ini.

"Karena ini menyangkut integritas saya sebagai orang yang (memiliki sejarah) panjang dalam karir di politik, sebagai pribadi saya siap konfrontasi dengan siapa saja, kapan saja dan di mana saja," kata Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (22/3).

(Baca juga: Geram Disebut Setnov Terima Uang e-KTP, Pramono Anung Siap Diperiksa)

Pramono menjelaskan, selama menjadi Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, dirinya hanya mengkoordinasikan pekerjaan Komisi IV hingga VII. Sedangkan proyek e-KTP yang merupakan wewenang Komisi II, sama sekali tak pernah ditangani.

Pramono menegaskan saat itu, PDIP berperan sebagai partai oposisi yang memberikan catatan pengingat proyek e-KTP. "Silakan dicek notulen rapatnya," kata dia.

Sementara itu Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto merespon penyebutan nama Puan dan Pramono dengan 'menyerang' pemerintahan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mengkritik reaksi tersebut dengan menuding PDIP cuci tangan. 

(Baca juga: Demokrat Keberatan PDIP Serang SBY Atas Penyebutan Puan dan Pramono)