Ombudsman Desak Pemerintah Buat Aturan Perlindungan Data Pribadi

Arief Kamaludin (Katadata)
Ilustrasi.
Penulis: Yuliawati
19/3/2018, 16.12 WIB

Ombudsman RI meminta pemerintah serius menangani dugaan penyalahgunaan data kependudukan untuk meregistrasi nomor pelanggan prabayar fiktif. Ombudsman menilai penyalahgunaan data kependudukan tersebut disebabkan pemerintah kurang bersungguh-sungguh memberlakukan aturan melindungi data pribadi.

”Pemerintah perlu mempercepat proses legislasi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang memastikan hak subyek data terlindungi dalam penyimpanan, pemrosesan, pemanfaatan, hingga pemusnahan data pribadi mereka,” kata Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih dalam keterangan resminya, Senin (19/3).

Alamsyah mengingatkan penundaan berlarut dalam pembentukan regulasi untuk melindungi warga negara sebagai subyek data merupakan maladministrasi yang dapat merugikan warga negara secara luas.

(Baca juga: Rudiantara Bantah Bocorkan Data Registrasi Kartu Prabayar ke Tiongkok)

Selain menerbitkan aturan legislasi, Alamsyah meminta Kementerian Kominfo, segera mengatur kewajiban untuk memutakhirkan sistem keamanan IT di semua institusi, baik itu institusi pemerintahan maupun korporasi yang berhubungan dengan penggunaan data pribadi agar terlindungi dari kebocoran dan penyalahgunaan.

Selain itu Kementerian Kominfo diminta harus memastikan semua operator telekomunikasi dan penjual kartu prabayar menghentikan penggunaan instrumen robotik atau upaya lainnya dalam memanfaatkan data kependudukan untuk memanipulasi registrasi kartu prabayar.

“Jika ditemukan adanya penyalahgunaan atau registrasi yang tidak wajar, pemerintah dan operator telekomunikasi wajib menonaktifkan nomor MSISDN atau Nomor Pelanggan Prabayar,” kata dia.

Dia juga mengatakan perlunya melakukan pengusutan terhadap penjual maupun operator telekomunikasi yang tidak melakukan upaya perbaikan terhadap manipulasi registrasi kartu prabayar hingga akhir Maret 2018.

Isu keamanan data pribadi menjadi perhatian setelah munculnya pengakuan dari seseorang yang menyatakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Kartu Keluarga (KK) dipakai untuk 50 nomor telepon dalam proses registrasi. Kasus ini kemudian ditindaklanjuti oleh beberapa kelompok masyarakat untuk menggugat pemerintah.

“Ada pengakuan viral di media sosial, kami masih mendiskusikan langkah-langkah tindak lanjutnya,” kata Direktur Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) Damar Juniarto. 

(Baca juga: Pidana bagi Penyalahgunaan Identitas dalam Registrasi Kartu Prabayar)

Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pun telah menelusuri isu tersebut. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menjamin tidak ada kebocoran data di dalam sistem registrasi nomor kartu prabayar. Namun, dia tak memungkiri jika ada oknum yang menggunakan identitas orang lain untuk mendaftarkan nomor kartunya.

Rudiantara menduga, modus penyalahgunaan identitas itu terjadi lantaran ada masyarakat yang mengunggah NIK dan KK miliknya di internet, baik sengaja ataupun tidak. "Itu sudah beredar sebelum ada (kebijakan) registrasi ini, tapi tidak digunakan untuk kriminal. Kalau iya (digunakan untuk kriminal) bisa dipidanakan," ujar dia.

Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Djoko Setiadi mengatakan, instansinya akan turun tangan. "Utamanya kami jaga dulu pusat datanya, supaya tidak bisa diretas karena kemungkinan besar ini terjadinya akibat peretasan, sehingga diduplikasi," ujarnya.