Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komjen (Pol) Ari Dono Sukmanto menilai isu teror terhadap para pemuka agama dan tempat ibadah yang kerap tersebar di media sosial dapat menimbulkan keresahan. Isu tersebut kerap "digoreng" oleh beberapa oknum dengan informasi bohong yang berlebihan.
"Kalau menganalisis isu yang ada di media sosial, hasilnya tentunya akan menimbulkan suatu keresahan," kata Ari di Kantor Majelis Ulama Indonesia, Jakarta, Rabu (21/2).
Ari memaparkan, dalam dua bulan terakhir diketahui terdapat 40.327 artikel yang membahas dan berkorelasi dengan permasalahan teror terhadap pemuka agama dan tempat ibadah. Dari data Smartixx, diketahui terdapat 3459 artikel Facebook, 360 artikel Google+, 56 video Youtube, dan 413 artikel berita.
(Baca juga: Pemerintah Akan Batalkan Pengangkatan Plt Gubernur dari Polri)
Berbagai artikel tersebut dikorelasikan seolah teror terhadap para pemuka agama dan tempat ibadah, bahkan dikaitkan dengan kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI). Padahal, informasi yang disebarkan di media sosial ada pula yang hanya kasus penganiayaan biasa.
"Ada peristiwa penganiayaan biasa, bukan ulama, bukan siapa, tapi diberitakannya kyai, ulama. Sehingga kyai dan ulama menjadi resah," kata Ari.
Menurut Ari, pihaknya saat ini sudah menangkap lima orang yang diduga menyebarkan informasi palsu. Kelimanya, lanjut Ari, berasal dari Jawa Barat. "Khususnya yang menyebarkan informasi tidak benar itu," kata dia.
Kendati demikian, Ari menyatakan peristiwa teror terhadap pemuka agama dan tempat ibadah itu memang terjadi. Sejak Desember 2017 terdapat 21 peristiwa penyerangan terhadap ulama.
Ari memaparkan, peristiwa teror itu paling banyak terjadi di Jawa Barat sebanyak 13 kasus. Angka itu disusul di Jawa Timur sebanyak empat kasus.
Sementara terjadi masing-masing satu peristiwa teror terhadap pemuka agama dan tempat ibadah di Aceh, Banten, DKI Jakarta, dan Yogyakarta. Untuk peristiwanya sendiri sudah kami proses," kata Ari.
(Baca juga: Jokowi Minta Korupsi, Kekerasan, dan Arogansi Polri Ditekan)
Menurut Ari, beberapa pelaku yang diduga melakukan teror belum pasti merupakan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), melainkan berperilaku tidak normal. Karenanya, beberapa pelaku ini dibawa ke rumah sakit jiwa untuk diperiksa secara medis dan agar bisa dimintai keterangan.
"Untuk observasi, makan waktu dua pekan untuk mengetahui bahwa ini gangguan jiwa, tapi kalau kasat mata bisa dibilang tidak normal. Kalau mau didalami lagi penyakit jiwa apa perlu waktu dua bulan," kata Ari.
Sambil menunggu hasil medis, Ari mengatakan pihaknya terus melakukan penyidikan dengan metode spiral, yakni dari informasi di lingkungan sekitar pelaku untuk mencari tahu identitasnya. Menurut Ari, dengan begitu polisi akan bisa mengetahui apa motif di balik teror yang dilakukan para pelaku.
"Kami kaitkan ada atau tidak dengan konspirasi di baliknya, ini tadi berangkat dari fakta yang kami dapatkan nanti," kata dia.
Guna mencegah kejadian itu terulang, Ari mengatakan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian sudah memerintahkan para Kapolda untuk memberi perlindungan dan rasa aman kepada pemuka agama. Selain itu, polisi juga akan melaksanakan kegiatan patroli di tempat-tempat ibadah.
(Baca juga: Polisi Klaim Sketsa Terbaru Penyiram Novel Baswedan Capai Akurasi 90%)
Ari pun memerintahkan jajaran reserse berkoordinasi dengan pemerintah daerah, khususnya Dinas Sosial untuk patroli bersama. Menurutnya, orang-orang dengan gerak-gerik yang tidak wajar dan menimbulkan keresahan akan diamankan dan ditempatkan di Dinas Sosial untuk dilakukan pendalaman.
"Kemudian untuk rumah sakit jiwa kami minta data siapa yang baru keluar, ke mana dia sekarang. Itu tentunya sebagai bahan kajian bahwa perhatian kami apa tindak lanjut untuk melaksanakan pengamanan itu," kata dia.
Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin memahami rencana Polri untuk mengatasi kasus teror ini. Din memahami tidak ada tendensi buruk dari Polri atau Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk menyudutkan umat Islam.
Kendati demikian, MUI mendesak Polri untuk menuntaskan masalah ini. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi kegaduhan. Terlebih tahun ini gelaran Pilkada dan Pilpres akan mulai berjalan.
"Kalau tidak segera dinetralisir akan menjadi kesimpulan. Saya percaya niat baik dari BNPT dan Kapolri. Dialog ini semoga mendapat kesepahaman," kata Din.