PPATK Sebut Risiko Pencucian Uang Sangat Tinggi pada APBD DKI Jakarta

ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Rapat paripurna pengesahan Raperda menjadi Perda tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Tahun 2018, di DPRD DKI Jakarta, Jakarta, Selasa (30/11/2017). \
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
16/1/2018, 14.50 WIB

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menilai risiko tindak pidana pencucian uang paling tinggi berada di DKI Jakarta. Alasannya, pemerintah provinsi DKI Jakarta memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terbesar di banding daerah lainnya.

Jumlah APBD DKI Jakarta untuk tahun 2018 sebesar Rp 77 triliun, selain itu kegiatan-kegiatan ekonomi besar berlangsung di Jakarta. "Sehingga kami lihat beberapa indikasi itu sudah cukup high risk," kata Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa (16/1).

(Baca: Di Depan Anies, Sri Mulyani Kritik Uang Perjalanan Dinas Jakarta Mahal)

Selain dua indikator tersebut, Dian juga menilai banyaknya kasus TPPU yang terjadi di Jakarta menambah pertimbangan potensi menjadi lebih tinggi. "Berdasarkan kriteria itu jatuh ke dia," kata Dian.

Meski begitu, Dian menilai tingginya risiko TPPU di Jakarta masih bisa berubah, dipengaruhi kondisi yang ada di Jakarta dan berbagai wilayah lain di Indonesia.

Dian mengatakan, jika kriteria di atas jatuh kepada daerah lain, kemungkinan risiko TPPU di Jakarta dapat beralih. Selain itu, risiko TPPU juga dapat berubah seiring dengan kriteria yang ditetapkan.
"Itu dinamis bisa juga ke Jawa Barat atau provinsi lain," kata Dian.

Halaman: