Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto diputuskan menjadi Ketua Umum Golkar menggantikan Setya Novanto dalam Rapat Pleno pada Rabu (14/12) malam. Usai dipilih secara aklamasi, Airlangga menyatakan Golkar bakal tetap mengusung Joko Widodo dalam pemilihan presiden 2019.
"Partai Golkar dalam Rapimnas lalu juga mendukung Bapak Presiden Jokowi untuk mencalonkan pada 2019 sampai 2024. Dan kami mengajak seluruh kader Partai Golkar untuk mengamankan dan mengamanatkan," ucap Airlangga Hartarto di DPP Golkar, Jakarta, Kamis (14/12) dini hari.
Airlangga mengingatkan Golkar akan menghadapi agenda politik yakni pemilihan kepala daerah serentak 2018, pemilihan legislatif dan pilpres 2019. (Baca: Pengusung Airlangga Hartarto Enggan Munaslub Golkar Ditunda)
Untuk itu dia memilih penyelesaian persoalan yang ada di internal Golkar diatasi secara kekeluargaan dan musyawarah mufakat. "Kami kerja bersama menyelesaikan agenda politik apakah Pileg atau Pilpres," kata Airlangga.
Airlangga menyatakan tak ada faksi dalam tubuh Golkar dan berjanji akan mengakomodasi berbagai pihak dalam kepengurusan, jika telah ditetapkan sebagai Ketua Umum Golkar definitif dalam Munaslub.
Terpilihnya Airlangga sebagai Ketua Umum Golkar berlangsung dalam rapat pleno yang berlangsung tertutup dan dipimpin Plt Ketua Golkar Idrus Marham. Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid mengatakan, keputusan tersebut diambil berdasarkan anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART). Pasalnya, saat ini posisi Ketua Umum kosong dengan adanya masalah hukum yang dihadapi Novanto.
(Baca: Langkah Gerilya Airlangga Galang Dukungan Gelar Munaslub Golkar)
Menurut Nurdin, pengisian jabatan melalui Rapat Pleno akan dilaporkan dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas). Rencananya, Rapimnas akan digelar pada 18 Desember 2017 mendatang.
Sementara, Golkar juga akan menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) pada 19-20 Desember 2017. Munaslub dilakukan untuk mengukuhkan ketua umum DPP Golkar definitif.
Rapat Pleno digelar setelah sidang pengadilan kasus korupsi e-KTP membacakan dakwaan terhadap Setnov. Dengan dibacakannya dakwaan ini maka sidang praperadilan yang diajukan Setnov menjadi gugur.
Pengacara Setya Novanto, Maqdir Ismail, pun siap menerima gugatan praperadilan yang diajukan bakal gugur. "Intinya adalah dengan dibacakannya dakwaan ini berarti praperadilan gugur sudah," kata Maqdir di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa, Setnov dianggap merugikan negara sebesar RP 2,3 triliun dalam kasus korupsi e-KTP. Dia diduga secara langsung maupun tidak langsung melakukan intervensi dalam proses penganggaran dan pengadaan proyek e-KTP.
(Baca juga: Airlangga Hartarto Klaim Dapat Izin Jokowi Jadi Ketum Golkar)
Setya Novanto diduga melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri dengen menerima uang sejumlah US$ 7,3 juta atau sekitar Rp 99,3 miliar (sesuai kurs saat ini). Uang tersebut diterima melalui Made Oka Masagung sejumlah US$ 3,8 juta dan keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo sejumlah US$ 3,5 juta.
"Sehingga total uang yang diterima terdakwa baik melalui Irvanto Hendra Pambudi Cahyo maupun Made Oka Masagung seluruhnya berjumlah US$ 7,3 juta," kata Jaksa Penuntut Umum KPK, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/12).
Selain itu, Novanto juga menerima pemberian barang berupa satu buah jam tangan merek Richard Mille seri RM 011 seharga US$ 135 ribu pada medio November 2012. Jam tersebut dibeli oleh Andi Narogong bersama Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Novanto telah membantu proses penganggaran e-KTP.
(Baca: Dakwaan Setnov Ungkap Aliran Dana e-KTP & Keterlibatan Anggota DPR)