Sejumlah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (15/11) malam mendatangi kediaman Ketua DPR RI Setya Novanto. Setnov merupakan salah satu tersangka kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Berdasarkan pantauan Katadata, para penyidik KPK, tiba di rumah Novanto di Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pukul 21.40 WIB. Hingga saat ini, mereka masih berada ke kediaman Novanto. Para penyidik juga didampingi belasan anggota Brimob yang terlihat berjaga di depan pagar rumah.
Di sisi lain, pengacara Novanto, Fredrich Yunadi juga masih berada di dalam. Ada juga, Ketua Koordinator Bidang Kepartaian Golkar Kahar Muzakkir.
Seharusnya Novanto menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus e-KTP pagi tadi. Namun, ia tidak hadir dan justru berada di DPR RI memimpin Rapat Paripurna masa sidang kedua. Adapun, alasan ketidakhadiran itu karena KPK harus meminta izin presiden untuk memeriksa dirinya.
Alasan itu tertulis dalam surat tertanggal 14 November 2017 yang disampaikan pengacara Novanto, Fredrich Yunadi ke KPK pagi ini. "Surat pemberitahuan tidak dapat memenuhi panggilan KPK tersebut berisikan tujuh poin yang pada pokoknya sama dengan surat sebelumnya," kata juru bicara KPK Febri Diansyah.
Tidak hanya hari ini Novanto mangkir menghadiri pemeriksaan. Ia sudah empat kali tidak menghadiri pemeriksaan yang dijadwalkan KPK. Pada tiga pemeriksaan sebelumnya, Novanto dijadwalkan sebagai saksi dari tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo.
Novanto resmi menyandang kembali statis tersangka pada Jumat (10/11). Ia kembali dijerat dalam kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis Elektronik (e-KTP) tahun 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.
Setya Novanto disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Baca: Mangkir Pemeriksaan, Setnov Kembali Minta KPK Izin ke Presiden)
Novanto bersama-sama Anang, Andi Narogong, Irman, dan Sugiharto diduga melakukan korupsi. Atas perbuatan itu, negara didugi merugi sekurang-kurangnya Rp 2,3 triliun, dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun dalam pengadaan paket KTP elektronik tahun 2011-2012 pada Kemendagri.