LBH Akan Kawal Anies-Sandi untuk Setop Privatisasi Air Jakarta

ANTARA FOTO/Dedi Wijaya
LBH Jakarta berharap Anies-Sandi merealisasikan keputusan MA yang menghentikan privatisasi air di Jakarta.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
12/10/2017, 17.53 WIB

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang menjadi kuasa hukum 12 para penggugat menyatakan akan mengawal pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk menindaklanjuti keputusan Mahkamah Agung yang menghentikan privatisasi air di ibu kota. Pemprov Jakarta yang akan dipimpin Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih Anies Baswedan – Sandiaga Uno diharapkan merealisasikan penghentian privatisasi air.

“Kami akan beraudiensi dan meminta pemerintah mengikuti keputusan MA yang mencabut privatisasi air,” kata pengacara LBH Jakarta Matthew Michelle Lenggu kepada Katadata, Kamis (12/10). (Baca: MA Batalkan Privatisasi Air Jakarta, Pengusaha Tunggu Langkah Pemprov)

Matthew menjelaskan pemerintah provinsi DKI Jakarta di bawah kepemimpinan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah menerima keputusan pengadilan negeri pada Maret 2015. Pengadilan tingkata pertama memenangkan gugatan 12 warga Jakarta dan membatalkan perjanjian kerjasama PAM Jaya dengan kedua perusahaan operator air yakni PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonaise Jaya (Palyja).

Ketika itu Ahok memutuskan tak menjadi pihak yang mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Bahkan Ahok memfasilitasi rencana Palyja menjual sahamnya kepada badan usaha milik daerah (BUMD) Pemprov DKI Jakarta, PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Belakangan, rencana ini kandas.

Matthew berharap Pemprov Jakarta konsisten dengan sikap mendukung penghentian privatisasi air. “Wajib hukumnya pihak yg bersengketa untuk mematuhi putusan pengadilan. Jika tidak mematuhi putusan pengadilan bisa dikenakan sanksi,” kata Matthew.

Selain berencana bertemu Anies-Sandi, LBH Jakarta berencana membahas mengenai keputusan ini dengan Presiden Joko Widodo. Pemerintah pusat merupakan salah satu pihak yang menjadi tergugat dalam perkara perdata ini.

(Baca: Jual Saham Palyja, Astratel dan Suez Lepas Bisnis Air di Jakarta)

Matthew mengatakan keputusan MA ini berdampak penting sekaligus sinkron dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus keberadaan seluruh pasal dalam UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) pada Februari 2015.

Sementara itu Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta Yuyun Yuhanah mengatakan, pemprov Jakarta masih akan mengkaji putusan MA sebelum memutuskan langkah selanjutnya. "Kami masih mengkaji, belum mengambil putusan finalnya seperti apa. Karena banyak aspek yang harus dikaji," kata Yuyun ketika dihubungi Katadata, Kamis (12/10).

Yuyun mengatakan, pihaknya masih belum mendapatkan salinan resmi dari MA terkait putusan itu. "Sambil menunggu resminya seperti apa sambil kami juga sambil mengkaji positif negatifnya bagaimana terhadap Pemprov DKI Jakarta atas putusan ini," kata Yuyun.

Selain itu, Pemprov DKI Jakarta perlu berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, baik Aetra, maupun Palyja. Yuyun menuturkan, koordinasi yang akan dilakukan dengan Aetra dan Palyja terkait kerja sama dalam pengurusan perusahaan air di DKI Jakarta.

"Apakah kami akan tetap sejalan atau kita berpisah jalan. Tapi belum ada putusan finalnya, masih dalam proses pengkajiannya," kata Yuyun. (Baca: Selain Astra, Kini Salim 'Menguasai' Bisnis Air Bersih di Jakarta)

Sebelum diumumkan keputusan pencabutan privatisasi air oleh MA, pemilik kedua operator air di Jakarta melepaskan sahamnya. Ketua Kadin Indonesia Rosan Roeslani dan Sandiaga Uno menjual 100% Acuatico Group ke Grup Salim. Acuatico merupakan pemilik 100% saham Aetra.

Grup Salim mengakuisisi Acuatico dengan nilai US$ 92,87 juta pada 8 Juni lalu. Akuisisi oleh Salim melalui Moya Indonesia Holdings Pte Ltd, dan dilaporkan ke bursa efek Singapura.  

 Belakangan, PT Astratel Nusantara dan Suez Environtment melego 100% kepemilikan sahamnya di Palyja pada September lalu.  Astratel, anak usaha PT Astra International Tbk, bersama Citigroup melepas 49% saham Palyja kepada perusahaan lokal PT Mulia Semesta Abadi. Sementara, Suez Environtment menjual 51% saham Palyja kepada perusahaan di Singapura, Future Water Ltd.