Dipanggil Kasus BLBI, Sjamsul Nursalim dan Istri Kembali Mangkir

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
25/8/2017, 14.37 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim dan  istrinya, Itjih Nursalim. Namun, keduanya mangkir dalam rencana pemeriksaan sebagai saksi terkait kasus korupsi BLBI yang menyeret eks Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Temenggung.

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan surat panggilan kepada Sjamsul dan Itjih telah disampaikan ke kediamannya di Singapura. KPK juga berkoordinasi dan meminta bantuan otoritas setempat untuk pemanggilan pemeriksaan.

"Namun, dua saksi tersebut tidak datang," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (25/8).

(Baca: KPK Klaim Tersangka Kasus BLBI Tak Dapat Buktikan Gugatan Praperadilan)

Selain itu, KPK juga memanggil saksi lainnya team leader LWO-I AMC BPPN 2000-2002, Thomas Maria dalam pemeriksaan terkait kasus korupsi BLBI ini. 

KPK sebelumnya pernah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Sjamsul dan Itjih pada 29 Mei 2017.  Ketika itu pun keduanya berhalangan hadir. 

 (Baca: Syafruddin Temenggung Jadi Tersangka Kasus BLBI Sjamsul Nursalim)

Febri menuturkan, penyidik terus memetakan aset-aset terkait dengan obligor yang ada di Indonesia. Pemetaan tersebut dilakukan untuk kepentingan pemulihan kerugian keuangan negara.

"KPK juga telah lakukan koordinasi dengan BPK untuk pematangan penghitungan kerugian negara," ucap Febri.

Adapun, terhadap team leader LWO-I AMC BPPN 2000-2002, Thomas Maria yang juga diperiksa hari ini, KPK mendalami proses dan alur di BPPN. Hal itu dilakukan untuk mengetahui proses penerbitan surat keterangan lunas (SKL) piutang kepada Sjamsul dari Sjafruddin pada 26 April 2004.

Febri menuturkan, keterangan Sjamsul penting untuk bisa mengungkap bagaimana perusahaannya, PT Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) bisa mendapatkan surat keterangan lunas (SKL) piutang negara dari Syafruddin pada 26 April 2004. Padahal, Sjamsul ketika itu masih memiliki utang sebesar Rp 3,7 triliun.

Utang tersebut merupakan sisa kucuran dana BLBI sebesar Rp 47,2 triliun. Ketika itu, PT BDNI mendapatkan kucuran sebesar Rp 4,8 triliun. (Baca: Jokowi Minta Bedakan Inpres Megawati Soal BLBI dengan Pelaksanaan)

Saat krisis, Sjamsul menyerahkan asetnya berupa tambak udang di Lampung senilai Rp1,1 triliun untuk membayar utang. Namun, aset tersebut tak cukup dan menyisakan utang PT BDNI sebesar Rp 3,7 triliun. Namun, sebelum utang tersebut lunas Syafruddin telah menerbitkan SKL untuk PT BDNI.

Saat ini, Syafruddin telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus BLBI. Syafruddin diduga telah merugikan negara hingga Rp3,7 triliun atas keputusannya mengeluarkan SKL untuk BDNI.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Syafruddin sempat mengajukan gugatan praperadilan. Namun, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatannya.