Luhut Sebut Divestasi 51% Saham Freeport sebagai Harga Mati

Arief Kamaludin|KATADATA
Menko Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan saat peluncuran aplikasi Go-Bluebird di Jakarta, Kamis, (30/03)
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
22/8/2017, 11.00 WIB

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan bersikukuh meminta PT Freeport Indonesia melaksanakan kewajiban divestasi sahamnya sebesar 51%. Syarat divestasi saham ini harus dipenuhi jika Freeport ingin memperpanjang kontrak karya di Indonesia.

"Sikap kami kan sudah pasti berkali-kali enggak akan pernah mundur. Berkali-kali analoginya kalau kontrak ini dibiarkan juga 2021 kan selesai," ujar Luhut di kantornya, Jakarta, Senin (21/8).

Luhut menuturkan, divestasi sebesar 51% dari saham Freeport merupakan permintaan pemerintah yang tak akan berubah. Hal yang sama juga akan dilakukan terhadap permintaan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter selama lima tahun.

"Jadi 51%, smelter, itu harga mati," kata Luhut. (Baca: Freeport Bantah Sudah Sepakati Divestasi 51% Saham)

Luhut mengatakan, pemerintah tak mau diatur pihak lain terkait pengelolaan sumber daya alam di Indonesia, termasuk Freeport. Kendati, dia tetap menghormati kontrak yang telah disepakati bersama saat ini.

"Masak kami harus nurut mereka, enggaklah, tapi kami menghormati setiap kontrak yang ada," kata Luhut.

(Baca: Jonan Pastikan Freeport Sepakat Lepas 51% Saham)

Luhut menyebut kontrak karya yang dimiliki Freeport akan berakhir pada 2021 mendatang. Jika Freeport tak menyepakati divestasi sebesar 51%, maka tambang yang dikelola perusahaan AS di Papua itu akan menjadi milik Indonesia.

Dia menyatakan, kondisi yang sama saat kasus alih kelola di Blok Mahakam, Kalimantan Timur. Pengelolaan Blok Mahakam kembali kepada Indonesia setelah masa kontrak karta Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation habis.

Pemerintah pun mengizinkan Total dan Inpex masuk kembali jika mau mendapatkan porsi pengelolaan hanya sebesar 39%, dan sisanya akan dikelola oleh PT Pertamina (Persero).

"Seperti Mahakam saja, Total itu begitu selesai kan kembali. Bahwa dia ingin kembali masuk lagi, silakan 39%," kata Luhut. (Baca: Luhut Minta Freeport Tak Masukkan Cadangan untuk Valuasi Saham)

Jika kedua permintaan tersebut telah disepakati, maka negosiasi terkait perpanjangan kontrak dan stabilitas investasi bisa dilakukan. Adapun Freeport dalam negosiasi perpanjangan kontrak meminta agar masa izinnya berlaku hingga 2041. Padahal berdasarkan aturan, perpanjangan izin operasi pertambangan hanya bisa dilakukan bertahap setiap 10 tahun.

"Kalau sudah 51% enggak ada issue, nanti teknis diomongin saja. Apakah akan melanggar peraturan lihat nanti," ujar Luhut.

Freeport sebelumnya membantah sudah mencapai kesepakatan dengan pemerintah mengenai kewajiban divestasi 51% saham. Hingga kini, manajemen perusahaan asal Amerika Serikat itu mengaku proses negosiasi masih belum rampung.

(Baca: Kementerian BUMN Tolak Divestasi Saham Freeport Lewat Bursa)

Juru bicara Freeport Indonesia Riza Pratama mengatakan, setidaknya ada empat poin negosiasi Freeport dengan pemerintah. Keempat poin itu adalah perpanjangan izin operasi, pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter), divestasi saham, dan stabilitas investasi.

Dia mengatakan, semua poin itu merupakan satu paket kesepakatan. “Harus sepakat semuanya,” kata Riza kepada Katadata, Senin (21/8).