Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjalankan putusan perdata tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan lembaga antirasuah membayar Rp 100 juta kepada mantan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Syarifuddin Umar. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini menyerahkan uang yang telah dititipkan KPK kepada Syarifuddin.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah menuturkan, penyerahan uang tersebut sebagai pelaksanaan putusan perdata dengan register Nomor 2580 K/Pdt/2013 tertanggal 13 Maret 2014 dan putusan Peninjauan Kembali Nomor 597 PK/Pdt/2015 tertanggal 24 Februari 2016.
"KPK tentu wajib menghormati putusan pengadilan tersebut," kata Febri di Jakarta, Senin (21/8). (Baca: KPK Sebut Inspektorat Pemerintah Tak Pernah Lapor Kasus Korupsi)
Febri menjelaskan, kasus tersebut awalnya bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Syarifuddin di kediamannya di Tanjung Priok, Jakarta Utara pada 1 Juni 2011. Ketika itu, KPK mengungkap adanya transaksi suap antara Syarifuddin dengan kurator PT Skycamping Indonesia (PT SCI) Puguh Wirawan. Syarifuddin dalam kasus tersebut diduga menerima suap Rp 250 juta.
OTT tersebut kemudian terbukti hingga Syarifuddin dijatuhi vonis empat tahun penjara. Terdakwa juga dikenai denda Rp 150 juta dan Rp 250 juta yang merupakan bukti suap dirampas untuk negara.
"Namun terdapat perbedaan pendapat terkait bukti lain yang disita saat OTT. Oleh karena itulah, pihak terdakwa mengajukan gugatan perdata," kata Febri.
(Baca: Disebut Intimidasi Miryam, Masinton Berencana Laporkan Novel Baswedan)
Syarifuddin menempuh jalur perdata menggugat KPK karena merampas barang bukti yang tidak sesuai dengan dakwaan. Ia mengajukan gugatan ke PN Jaksel dan meminta ganti rugi Rp 5 miliar.
PN Jakarta Selatan mengabulkan gugatan dan memutuskan KPK membayar ganti rugi kepada Syarifudin Rp 100 juta. Putusan diperkuat Pengadilan Tinggi Jakarta dan tingkat kasasi.
Febri mengatakan, KPK menghadapi proses perdata dengan maksimal. Namun, dalam pandangan KPK, seharusnya upaya hukum tersebut dilakukan di tahap praperadilan.
"Namun hakim berpandangan berbeda dan sebagai penegak hukum tentu kami wajib hormati putusan pengadilan," ucap Febri.
(Baca: KPK Putar Video Rekaman Pengakuan Miryam Diintimidasi Anggota DPR)
Selain itu, kata Febri, KPK telah melaksanakan putusan terhadap perkara pokok dengan mengembalikan sejumlah bukti yang pernah disita. KPK juga telah menitipkan Rp 100 juta tersebut pada Desember 2016 setelah MA menjatuhkan vonis di tingkat PK.
Febri mengatakan, kasus tersebut dapat menjadi pelajaran agar keberatan dari proses hukum dapat diselesaikan melalui jalur hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Dia menilai tak tepat jika kasus hukum justru ditarik ke proses politik.
"KPK menghormat hasil dari proses hukum tersebut meskipun sejak awal terdapat perbedaan pandangan terkait materi perkara," kata Febri.