Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak permohonan kasasi untuk membuka laporan temuan tim inveastigasi Tim Pencari Fakta (TPF) atas pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir. Istri mendiang Munir, Suciwati, menyatakan keputusan ini menghentikan kesempatan mengungkap kasus melalui fakta dalam dokumen TPF.
“Kami menganggap putusan ini memutus harapan bahwa Mahkamah Agung dapat membuka kembali kesempatan mengungkap kasus Munir,” kata Suciwati di Sekretariat Kontras, Jakarta, Rabu (16/8).
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan ( Kontras) mengajukan kasasi MA atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta yang membatalkan putusan Komisi Informasi Pusat (KIP). KIP menyatakan bahwa dokumen TPF Munir bukanlah informasi publik.
(Baca: Amnesty Desak Polisi Investigasi Kasus Penembakan di Deiyai Papua)
Berdasarkan informasi dari website MA, hakim memutuskan menolak perkara dengan nomor register 241.K/TUN/KI/2017 pada 13 Juni 2017. Namun, hingga kini belum ada pemberitahuan resmi dari panitera MA kepada Kontras selaku pemohon kasasi.
Koordinator Kontras Yati Andriyani menilai penolakan kasasi menunjukkan kurangnya pemahaman majelis hakim terkait pentingnya informasi publik. Yati meragukan jika hakim yang memutus perkara tersebut memiliki kompetensi mengenai KIP.
Alasannya, hakim tidak memberikan pertimbangan bahwa KIP merupakan informasi yang penting untuk diungkap ke publik. “Kami menyatakan sangat menyesalkan lembaga peradilan yang masih jauh dari keterbukaan dan keadilan bagi para korban,” ucap Yati.
(Baca: ASEAN, Uni Eropa, dan Badan Dunia Soroti Hukuman Penjara Ahok)
Suciwati pun menilai ada kejanggalan dari penolakan pemerintah untuk segera mengumumkan dokumen TPF Munir. Padahal, Kemensetneg seharusnya memiliki dokumen negara tersebut.
Dia mengingatkan mantan Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi atas permintaan Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono juga telah mengirimkan salinan naskah dokumen TPF Munir ke Istana Negara. Kebenaran atas pemberian salinan itu juga telah dikonfirmasi oleh Juru Bicara Kepresidenan RI, Johan Budi.
“Pemerintah bukannya mengumumkan dokumen TPF Munir tersebut kepada publik melainkan justru mengajukan keberatan ke PTUN hingga prosesnya kemudian berada di MA,” kata dia.
(Baca: Kekerasan Aparat di Papua Dianggap dapat Ganggu Proyek Infrastruktur)
Suciwati menyatakan, majelis hakim seakan menganggap ketiadaan catatan dokumen TPF Munir di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) untuk diarsipkan adalah suatu hal yang wajar.
“Ketika MA melalui putusannya telah memaklumi kelalaian administratif tersebut tentu dapat menjadi preseden buruk bagi praktik administratif dan budaya transparansi pemerintah,” ujar Suciwati
Sementara, Direktur Imparsial Al Araf menilai ketiadaan dokumen TPF Munir hanyalah alasan pemerintah untuk menutup kasus Munir. Dia menyatakan jika memang pemerintah berniat mencari dokumen tersebut, Kemensetneg seharusnya bisa meminta salinan dokumen tersebut kepada lembaga pemerintah lainnya, seperti Kepolisian dan Kejaksaan Agung.
“Ini hanya dalih kekuasaan untuk membuat kasus Munir ini berlarut dan tidak diselesaikan,” kata Araf.