Reformasi Kejaksaan Dinilai Gagal, Jaksa Agung Prasetyo Didesak Mundur

ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Jaksa Agung Prasetyo (kanan) berbincang dengan Ketua KPK Agus Rahadjo di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (12/6).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
4/8/2017, 21.48 WIB

Jaksa Agung HM Prasetyo didesak mundur dari jabatannya karena dianggap gagal mewujudkan reformasi birokrasi di lingkungan Kejaksaan. Desakan Prasetyo mundur dari jabatannya terkait operasi tangkap tangan Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudy Indra Prasetya dalam perkara dugaan korupsi dana desa.

"Banyaknya jaksa yang ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan, kembali menunjukkan kegagalan Jaksa Agung Prasetyo dalam memimpin Kejaksaan," kata Ketua Divisi Pemantauan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) Muhammad Rizaldi, Jumat (4/8).

Rizaldi mengatakan banyaknya jaksa yang ditangkap dalam kasus korupsi selama Prasetyo menjabat yang menyebabkan persepsi negatif di masyarakat.

Berdasarkan data Koalisi Pemantau Peradilan, terdapat beberapa orang jaksa yang telah ditangkap tangan oleh KPK sejak 2014. Mereka di antaranya Jaksa Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Fahri Nurmalo; dan Jaksa Kejati Jawa Barat, Devianti Rohaini.

Selain itu Jaksa Kejati Sumatera Barat, Farizal; Kepala Seksi III Intel Kejaksaan Tinggi Bengkulu, Parlin Purba; dan Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan, Rudy Indra Prasetya.

(Baca: Korupsi Pamekasan Terbongkar, KPK Desak Transparansi Dana Desa)

Rizaldi mengatakan Komisi Kejaksaan maupun tim pengawasan internal masih minim melakukan fungsi kontrol terhadap para jaksa. Padahal, kontrol sekaligus evaluasi menjadi peran yang paling menentukan kualitas jaksa dan kinerja Kejaksaan secara umum.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo pun menilai perlu adanya perbaikan dalam tubuh Kejaksaan Agung. "Keinginan kami teman-teman harus berubah. Menyadari bahwa perbuatan itu mungkin perlu dihentikan kalau seperti itu ya," kata Agus, Kamis (3/8).

Agus menuturkan, Jaksa Agung HM Prasetyo tentu memerlukan waktu dalam mereformasi tubuh institusi tersebut. "Mungkin Pak Jaksa Agung juga perlu waktu. Saya pikir usahanya juga sudah kuat, tapi memang perubahan yang terjadi masih cukup lambat. Itu yang perlu kita dorong," kata Agus.

Merespons desakan mundur, Prasetyo mengatakan dari 10 ribu jumlah jaksa di Indonesia, tak semuanya memiliki karakter buruk.

"Bahwa ketika mereka terbukti bersalah, kami tindak. Karena banyak jaksa saya pecat itu. Jadi jangan seperti penonton bola, boleh mereka ini (kritik) tapi kalau main sendiri mereka bisa gak?," kata Prasetyo seperti dikutip dari Antaranews.

(Baca: Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Kasus BLBI Syafruddin Temenggung)

KPK menangkap Kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan Rudy Indra Prasetya pada Rabu (2/8) dengan dugaan menerima suap sebesar Rp 250 juta terkait kasus penyalahgunaan dana desa.

Rudy diduga menerima uang dari Kepala Desa Dassok Kecamatan Pademawu, Agus Mulyadi dan Kabag Administrasi Inspektorat Kabupaten Pamekasan, Noer Solehhoddin. Penyerahan tersebut dilakukan melalui Kepala Inspektorat Sucipto Utomo.

Agus Mulyadi diduga menyuap Rudy untuk menghentikan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan infrastruktur menggunakan dana desa Rp 100 juta, yang ditangani kejaksaan.

Dalam kasus tersebut, KPK menetapkan Rudy, Agus Mulyadi, Sucipto, dan Noer sebagai tersangka. Selain itu, KPK juga menetapkan Bupati Pamekasan Achmad Syafii.

Selain itu, KPK juga mengamankan Kepala Seksi Intel Sugeng, Kepala Seksi Pidana Khusus Eka Hermawan, staf Kejari Indra Permana, Ketua Persatuan Kepala Desa Pamekasan Muhammad Ridwan, dan seorang sopir di rumah dinas Rudy.

(Baca: Setya Novanto Didesak Mundur dari Kursi Ketua DPR)