Susi Usul Subsidi BBM Nelayan Dicabut, Diganti Tambahan Pasokan

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Susi Pudjiastuti menyapa nelayan peserta lomba hias kapal di kawasan Pelabuhan Kali Adem, Jakarta, Minggu (7/5).
Penulis: Michael Reily
Editor: Yuliawati
1/8/2017, 09.49 WIB

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengusulkan pencabutan subsidi untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) solar untuk nelayan. Susi beranggapan bantuan dana dari pemerintah tidak tepat sasaran dan malah dinikmati industri kapal besar.

Saat ini, nelayan kecil tidak dapat akses subsidi BBM, namun membayar untuk solar 2 tak yang harganya paling mahal. "Subsidi ini yang nikmati ternyata industri yang tidak sepantasnya mendapatkan solar subsidi," kata Susi usai acara penandatanganan Nota Kesepahaman dengan Pertamina di kantor KKP, Jakarta, Senin (31/7).

Susi mengatakan nelayan mampu membeli BBM solar tanpa subsidi pemerintah, asalkan pemerintah menyediakan pasokan hingga ke tempat terpencil. "Keluhan nelayan, mereka ini tidak perlu subsidi, mereka perlu solar ada di mana-mana," kata Susi.

Direktur Pemasaran Pertamina Muchamad Iskandar juga menyebut jumlah penyediaan BBM untuk nelayan lebih banyak digunakan untuk solar bersubsidi. "Tahun lalu subsidi kurang lebih 800 ribu sampai 1,2 juta kiloliter. Untuk yang nonsubsidi sampai 300 ribu kiloliter. Itu solar," jelas Iskandar.

(Baca: Istana Pastikan Nelayan Cantrang Boleh Melaut Hingga Akhir Tahun)

KKP bekerja sama dengan Pertamina untuk memastikan pasokan BBM untuk solar kapal nelayan dan pelaksanaan Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) yang terletak di pulau terluar Indonesia. Selain itu, fasilitas perikanan pemerintah ini juga membutuhkan listrik.

Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP Nilanto Perbowo juga menjelaskan SKPT membutuhkan solar untuk diesel generator pembangkit listrik. Masih banyak pulau terluar Indonesia yang belum menerima pasokan listrik.

"Jaminan ketersediaan BBM bagi nelayan dan pelaku usaha di daratan akan lebih menjanjikan," kata Nilanto.

Nilanto mengatakan, ketersediaan kecukupan listrik sepenuhnya akan bisa dicukupi oleh Pertamina. Hal ini akan memicu mobilitas nelayan yang bisa bekerja dan mengirimkan hasil tangkapannya ke konsumen.

Dia juga menyebutkan penjualan ikan di SKPT juga membutuhkan BBM untuk position plant dan cold storage. Selain itu, ada mesin pengolahan ikan yang butuh listrik sebesar 256 kilovolt untuk memproses 250 ton ikan.

Bupati Morotai Benny Laos mengatakan nelayan di Morotai mendapat kuota pasokan BBM sekitar 15 sampai 20 ton setiap minggu. Di Morotai sendiri, kata dia, terdapat sekitar 10 ribu nelayan, dengan kapasitas kapal rata-rata berkisar 3 sampai 30 Gross Tonnage (GT), terbagi di 88 sentra.

Meski penting bagi nelayan, dia menjelaskan pasokannya terbatas. Dia mengatakan nelayan pergi melaut sekitar 8 bulan dalam setahun karena faktor cuaca dan musim. (Baca: Menteri Susi Tak Peduli Unjuk Rasa Nelayan Desak Dirinya Mundur)

"Idealnya, kebutuhan solar di sana, sekitar 50-100 ton per bulan per sentra. Itu baru BBM untuk nelayan, belum termasuk perdagangan. Intinya, pasokan BBM ini menjadi persoalan utama," kata Benny.

Selain itu, Benny meminta pemerintah pusat membantu pemerintah daerah untuk membangun setidaknya 30 unit fasilitas pengisian baham bakar bagi nelayan.

Saat ini, sudah ada 12 SKPT yang dibangun pemerintah, yaitu Natuna, Saumlaku, Merauke, Mentawai, Nunukan, Talaud, Morotai, Biak, Mimika, Rote, Sumba Timur, dan Sabang. Bulan lalu, pihak KKP juga telah menjalin kerja sama dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk memenuhi kebutuhan listrik.

Reporter: Michael Reily