Buat Aturan Hambat Investasi, Menteri ESDM dan LHK Ditegur Jokowi

Intan|Biro Pers Setpres
Presiden Joko Widodo berbincang dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignatius Jonan yang baru saja dilantik di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/10).
24/7/2017, 11.57 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti kinerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Sorotannya terkait penerbitan aturan di kedua kementerian tersebut yang dinilai menghambat investasi.

Dalam pembukaan Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara hari ini, Jokowi menganggap kedua kementerian ini menerbitkan aturan yang tidak direspon baik oleh investor. “Baik di Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup dan ESDM misalnya, yang saya lihat dalam satu dua bulan ini direspons tidak baik oleh investor karena dianggap itu menghambat investasi,” kata dia, Senin (24/7).

(Baca: Skema Gross Split Migas Ancam Keberadaan Kontraktor Kecil)

Jokowi meminta kepada kementerian tersebut menghitung dan membuat kalkulasi sebelum mengeluarkan aturan. Jika perlu diberikan waktu untuk pemanasan terlebih dulu sebelum diterapkan. Selain itu harus berkomunikasi dengan masyarakat dan pemangkut kepentingan sebelum menerbitkannya.

Dengan begitu aturan yang terbit tidak hanya memberikan kewenangan kepada menteri tapi malah menghambat dunia usaha. “Jangan sampai peraturan menteri tersebut justru memberikan ketakukan kepada mereka untuk berinvestasi, mengembangkan usaha, dan berekspansi,” ujar Jokowi.

Menurut Jokowi, yang harus menjadi fokus pemerintah dan jajaran menteri kali ini adalah mempermudah dunia usaha untuk berinvestasi. Hal itu penting karena menyangkut pertumbuhan ekonomi dan memperluas lapangan kerja. (Baca: Aturan Baru Soal Pajak Migas Belum Beri Kepastian Bagi Investor)

Jokowi tidak menyebut aturan di dua kementerian tersebut yang masih dianggap menghambat investasi. Namun baru-baru ini Menteri ESDM Ignasius Jonan baru saja menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 tahun 2017. Aturan yang mulai berlaku 17 Juli 2017 menyebutkan kontraktor wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan menteri berdasarkan pertimbangan Kepala SKK Migas untuk mengganti direksi dan komisaris.

Aturan ini pun mendapat respon dari pelaku industri. Menurut Joint Venture and PGPA Manager Ephindo Energy Private Ltd Moshe Rizal Husin perubahan direksi atau komisaris di perusahaan migas tidak perlu mendapatkan persetujuan Menteri. Yang penting operator menjalankan kewajibannya sesuai kontrak, kecuali pemerintah berdiri sebagai pemegang saham di institusi tersebut," kata dia kepada Katadata, Jumat (21/7).

(Baca: Ganti Direksi Izin Menteri ESDM Akan Buat Investasi Migas Tak Menarik)

Penasehat Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto juga berpendapat terbitnya aturan itu membuat industri migas semakin birokratis karena butuh perizinan tambahan. Alhasil bisa mempengaruhi iklim investasi. "Memang sudah lama tidak kondusif karena hal-hal seperti ini. Tiba-tiba keluar aturan ini itu," kata Pri kepada Katadata, Jumat (21/7).

Reporter: Ameidyo Daud Nasution