Pemerintah Tak Setuju, DPR Ngotot Bahas RUU Kelapa Sawit

Arief Kamaludin|KATADATA
Petani memanen buah kelapa sawit di perkebunan Desa Delima Jaya, Kecamatan Kerinci, Kabupaten Siak, Riau.
Penulis: Michael Reily
Editor: Yuliawati
17/7/2017, 17.31 WIB

Pemerintah mengatakan pembahasan Rancangan Undang-undang Perkelapasawitan tak perlu dilanjutkan karena belum dibutuhkan dan berpotensi tumpang tindih dengan aturan lain. Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Darmin Nasution menyampaikan pendapat pemerintah dalam rapat kerja dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR.

"Berdasarkan kajian komprehensif yang telah kami lakukan dan setelah berkonsultasi pada pemangku kepentingan, pemerintah menyimpulkan belum dibutuhkan adanya undang undang perkelapasawitan," kata Darmin di Gedung DPR/MPR, Senin (17/7).

Darmin menuturkan berdasarkan kajian pemerintah, RUU Perkelapasawitan tumpang tindih dengan UU Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan, UU Nomor 14 tahun 2014 tentang Perindustrian, UU Nomor 19 tahun 1999 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

"Kami merinci secara jelas dengan UU mana saja RUU Perkelapasawitan ini telah tumpang tindih," kata Darmin. (Baca: Baleg DPR Segera Rampungkan Rancangan UU Kelapa Sawit)

Darmin menjelaskan pada RUU Perkelapasawitan, terdapat satu bab atau 6% materi yang berbeda secara signifikan dengan aturan yang ada. Kemudian, ada dua bab atau sebanyak 12% yang berbeda dengan UU yang telah ada. Terakhir, ada 14 bab atau sebanyak 82% tak memiliki perbedaan dengan aturan yang telah ada.

Dia menyebutkan pemerintah akan mempertajam Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) dalam mendukung pelaksanaan produksi kelapa sawit dan pengawasannya. Lembaga ini akan mengatur pendanaan kelapa sawit untuk mendukung hilirisasi produk kelapa sawit, khususnya biodiesel.

"Kami akan melakukan peremajaan kelapa sawit yang akan kita mulai 30 ribu hektar dalam setahun ke depan," tambah dia.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto beralasan RUU Perkelapasawitan tak perlu dilanjutkan meskipun ada banyak kekurangan dari implementasi UU yang sudah ada.

(Baca: Kementerian LHK: RUU Kelapa Sawit Tak Tegas Atur Sanksi Pidana)

Dia menyatakan untuk meningkatkan kinerja pemerintah dibutuhkan penajaman tugas fungsi kementerian dan lembaga terkait. "Termasuk Badan Pengelola Dana Perkebunan kelapa sawit serta forum kerja sama Council of Palm Oil Producing Countries," kata dia.

Wakil Ketua Baleg Firman Soebagyo menekankan tujuan RUU Perkelapasawitan agar ada undang-undang yang sifatnya lex specialis yang mengatur jelas tentang kelapa sawit. "Kami ingin ada undang undang untuk perlu adanya kepastian hukum karena kelapa sawit adalah sumber pendapatan negara," jelas Firman.

Sebagian besar anggota Baleg mendukung pendapat untuk melanjutkan RUU Perkelapasawitan. Namun, anggota Baleg lainnya, Sudin, mengatakan hal yang berbeda. Dia menyatakan bahwa isi RUU Perkelapasawitan tidak memiliki aturan yang padat.

Dia mengusulkan harus ada peraturan yang lebih jelas tentang penegakan hukum. "Masa pengusaha memakai lahan rakyat untuk kelapa sawit, hukumannya cuma sanksi administratif," jelas Sudin.

Raker antara pemerintah bersama Baleg selama selama dua jam ini belum membuahkan keputusan. Darmin mengatakan keputusan pemerintah belum final karena akan melanjutkan pembahasan ke kementerian terkait, yaitu Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM dan Kementerian Hukum dan HAM.

(Baca: Pemerintah Targetkan Titik Api Kebakaran Hutan Turun 97 Persen)

Sementara itu Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan salah satu pertimbangan pemerintah menolak melanjutkan pembahasan RUU Perkelapasawitan karena rekomendasi yang diberikan Koalisi Masyarakat Sipil Pemerhati HAM dan Lingkungan Hidup.

Koalisi Masyarakat menyurati Presiden Jokowi untuk menghentikan pembahasan RUU Perkelapasawitan dengan beberapa pertimbangan. Surat ini kemudian ditindaklanjuti Kementerian Sekretariat Negara dengan mengirim surat kepada Kementerian Pertanian.

Dalam surat tersebut terdapat tujuh poin di antaranya RUU Perkelapasawitan dipandang tak melindungi kepentingan nasional dan lebih melindungi kepentingan korporasi pengusaha yang sebagian besar adalah asing.

Selain itu UU Perkelapasawitan dianggap tak perlu karena sebagian besar telah diatur dalam UU Perlindungan dan Pengeloaan Lingkungan Hidup, UU Perdagangan dan UU Perkebunan.