Rancangan Undang-Undang (RUU) Minyak dan Gas Bumi yang disusun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memuat pembentukan Badan Usaha Khusus (BUK) Migas. Meski berfungsi sebagai pengawas dan pelaku usaha, DPR menjamin badan tersebut bebas dari konflik atau benturan kepentingan.

Ketua Komisi Energi (Komisi VII) DPR Gus Irawan Pasaribu mengatakan, draft RUU Migas memuat struktur BUK Migas yang memiliki lima unit kerja. Setiap unit kerja itu akan berfungsi sesuai tupoksinya masing-masing.

Pertama, Unit Hulu Operasional Mandiri yang salah satu fungsinya adalah melaksanakan kegiatan eksplorasi dan/atau eksploitasi di wilayah kerja baru milik BUK itu sendiri. (Baca: Revisi UU Migas, Anggota DPR Terbelah Soal Posisi BUK Migas)

Kedua, Unit Hulu Kerja Sama yang berfungsi melakukan kerja sama pengelolaan wilayah kerja baru dan/atau lama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Ketiga, Unit Hilir Kerja Sama yang salah satu tugasnya ialah melaksanakan tugas dan wewenang yang diperintahkan oleh dewan direksi BUK Migas. Tugas itu berupa kerja sama pembangunan infrastruktur migas dengan BUMN, BUMD, badan usaha swasta nasional, badan usaha asing, atau koperasi.

Keempat, Unit Usaha Hilir Minyak Bumi yang melaksanakan tugas dari Dewan Direksi BUK Migas untuk pengusahaan hilir minyak bumi. Kelima, Unit Usaha Hilir Gas Bumi yang melaksanakan tugas dan wewenang dalam pengusahaan hilir gas bumi.

Mengacu kepada lima unit tersebut, Gus mencontohkan,ada dua unit yang berperan untuk sektor hulu migas, yakni Unit Hulu Operasional Mandiri dan Unit Hulu Kerja Sama. Pada Unit Hulu Operasional Mandiri, pengusahaan blok migasnya dilakukan secara mandiri oleh Unit Hulu Operasional Mandiri tanpa menyertakan mitra. Sementara itu Unit Hulu Kerja Sama bekerja sama dengan perusahaan migas asing seperti Total, Chevron, atau ExxonMobil. Namun, para operator asing itu nantinya tetap dipegang oleh Unit Hulu Operasional Mandiri.

(Baca: Rencana Pendirian Badan Khusus Migas Terbentur Aturan BUMN)

Berdasarkan pembagian tugas dan wewenang sesuai tupoksinya itulah, BUK Migas dijamin tidak akan mengalami benturan kepentingan antara sebagai pengawas dan pelaku usaha. "Jadi sekali lagi itu (fungsi) akan terpisah, BUK Migas yang sebagai induk, tapi operasional dilakukan unit-unitnya. Hulu dibagi dua, hulu yang mandiri artinya dikerjakan sendiri, jadi tidak ada (konflik kepentingan)," ujar Gus di Jakarta, Rabu lalu (7/6).

Di sisi lain, dia mengaku belum mengetahui badan yang akan ditempatkan sebagai BUK Migas lantaran keputusan tersebut berada di tangan pemerintah. "Terserah pemerintah, apakah menunjuk Pertamina sebagai BUK-nya. (Tapi) kami tidak menyebutkan BUK itu Pertamina, kami serahkan ke pemerintah," kata dia.

Tak hanya itu, menurut Gus, istilah BUK Migas belum tentu final sebab masih akan dibahas lebih lanjut dalam Badan Legislasi (Baleg) DPR.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR Harry Poernomo mengatakan, urgensi pembentukan BUK Migas yakni dalam rangka sinergi. Apalagi rencana dalam BUK Migas itu nantinya akan ada unit-unit yang terdiri dari BUMN sektor energi, mulai dari hulu hingga hilir seperti PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN).

"Jadi BUK itu nanti unsurnya ada PGN, Pertamina, SKK Migas, BPH Migas. Tetapi, orangnya tidak ganti, cuma jadi satu wadah saja. Itu pun bukan melebur loh, masing-masing sendiri, tapi muaranya itu satu. Kalau sekarang kan muaranya masing-masing," kata dia.

(Baca: Revisi UU Migas, DPR Rancang Badan Usaha Khusus Migas)

Di sisi lain, rencana pembentukan BUK Migas yang akan dimasukkan dalam RUU Migas tersebut ternyata masih dimentahkan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR. Alasannya, rencana ini masih perlu harmonisasi dengan aturan lain, terutama terkait dengan status kelembagaannya agar tidak bertentangan dengan UU Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Jangan sampai pembentukan lembaga baru ini malah menabrak UU BUMN yang ada," kata Ketua Baleg Supratman Andi Agtas saat Rapat Harmonisiasi RUU Migas di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (5/6).

Menurut Gus, pelaksanaan BUK Migas memang akan melibatkan dewan pengawas seperti Menteri ESDM dan Menteri BUMN. Makanya agar semakin kuat kedudukannya, BUK Migas ditempatkan di bawah presiden. "Tapi dalam pelaksanaannya mana mungkin presiden langsung. Dia akan gunakan para pembantunya seperti menteri, Tidak begitu pas kalau itu kita pertentangan.”