Di Depan Trump, Jokowi: Umat Islam Adalah Korban Terbanyak Terorisme

Biro Pers Sekretariat Presiden
Presiden Jokowi memberikan sambutan dalam pembukaan The 16th Annual Forbes Global CEO Conference Tahun 2016, di Hotel Shangri-la, Jakarta (29/11)
Penulis: Pingit Aria
22/5/2017, 09.39 WIB

Pesiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi pembicara dalam Arab Islamic America Summit yang digelar di Riyadh, Arab Saudi. Presiden Amerika Serikat Donald Trump turut hadir dalam acara yang digelar oleh Raja Salman di King Abdulaziz Convention Center pada Minggu (21/5) siang itu.

Di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab Islam Amerika ini, Jokowi berbagi pengalaman kepada dunia Internasional dalam upaya Indonesia melawan radikalisme dan terorisme.

Jokowi menegaskan, bahwa senjata dan kekuatan militer saja tidak akan mampu mengatasi terorisme. Menurutnya, pemikiran yang keliru hanya dapat diubah dengan cara berpikir yang benar.

“Selain pendekatan hard-power, Indonesia juga mengutamakan pendekatan soft-power melalui pendekatan agama dan budaya,” kata Jokowi seperti dikutip dari siaran pers Sekretariat Kabinet, Senin (22/5).

(Baca juga: Tiongkok Raup Investasi Lebih Besar, Jokowi Kecewa Payungi Raja Salman)

Jokowi menyatakan, untuk program deradikalisasi misalnya,  otoritas Indonesia melibatkan masyarakat, keluarga, termasuk mantan narapidana terorisme yang sudah sadar, dan organisasi masyarakat.

Adapun untuk kontra radikalisasi, lanjut Jokowi, pemerintah merekrut para netizen muda dengan follower yang banyak untuk menyebarkan pesan-pesan damai.

“Kami juga melibatkan dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama untuk terus mensyiarkan Islam yang damai dan toleran,” kata Jokowi.

Dalam kesempatan itu, Presiden menilai KTT Arab Islam Amerika memiliki makna yang penting untuk mengirimkan pesan kemitraan dunia Islam dengan Amerika Serikat. Menurutnya, persepsi bahwa Amerika Serikat melihat Islam sebagai musuh harus dihilangkan.

“Yang lebih penting lagi pertemuan ini harus mampu meningkatkan kerja sama pemberantasan terorisme dan sekaligus mengirimkan pesan perdamaian kepada dunia,” ujar Presiden Jokowi.

(Baca juga: Teken Lima MoU, Jokowi Bangun Rumah Sakit di Afghanistan)

Presiden mengatakan bahwa ancaman radikalisme dan terorisme terjadi di mana-mana. Indonesia adalah salah satu korban aksi terorisme, sebagaimana terjadi pada serangan di Bali terjadi tahun 2002 dan 2005 dan serangan di Jakarta terjadi Januari 2016.

“Dunia marah dan berduka melihat jatuhnya korban serangan terorisme di berbagai belahan dunia di Prancis, Belgia, Inggris, Australia, dan lain-lain,” ucap Kepala Negara.

Menurut Presiden Jokowi, dunia seharusnya juga sangat prihatin terhadap jatuhnya lebih banyak korban jiwa akibat konflik dan aksi terorisme di beberapa negara seperti Irak, Yaman, Suriah, Libya. “Umat Islam adalah korban terbanyak dari konflik dan radikalisme terorisme,” kata Jokowi.


Pelaku Terorisme di Amerika Serikat Pasca 9/11 (2017)

Lebih lanjut, Jokowi mengatakan bahwa jutaan orang harus keluar dari negaranya untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Jutaan generasi muda kehilangan harapan masa depannya.

“Kondisi ini membuat anak-anak muda frustasi dan marah. Rasa marah dan frustasi ini dapat berakhir dengan muculnya bibit-bibit baru ektremisme dan radikalisme,” kata Presiden.

(Baca juga:  Wapres Amerika Serikat Akan Temui Jokowi, Bahas Freeport?)

KTT ini sendiri diikuti oleh 55 negara. Selain Raja Salman bin Abdul Aziz Al-Saud, Presiden Joko Widodo, dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, hadir pula Sultan Brunei Sultan Hassanal Bolkiah, Raja Jordan Raja Abdullah II, Presiden Mesir Abdelfattah Said Al-Sisi, Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak.

Setelah menyampaikan pidatonya, Presiden dan rombongan akan menuju Pangkalan Udara King Salman, Riyadh untuk kembali ke tanah air.

Turut mendampingi Presiden Jokowi dalam kesempatan itu antara lain Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius, Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel, dan Dirjen Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri/KPN Andri Hadi.