Setelah melalui belasan sidang selama berbulan-bulan, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam kasus dugaan penodaan agama. Vonisnya, Ahok dinyatakan bersalah dan dihukum dua tahun penjara. Keputusan ini berbeda dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto mengatakan, Ahok terbukti melanggal Pasal 156 A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yakni secara sengaja mengeluarkan perasaan atau perbuatan permusuhan atau penodaan agama.
"Menyatakan Ir. Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terbukti bersalah serta dipidana selama 2 tahun," kata Dwiarso saat membacakan keputusan dalam sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Gedung Kementerian Pertanian, Selasa (9/5).
(Baca: Dituntut Masa Percobaan 2 Tahun, Ahok Tak Akan Ditahan)
Hakim juga menganggap tindakan Ahok memberatkan karena dalam persidangan yang berdangkutan bersikukuh tidak merasa bersalah. Padahal, menurut Dwiarso, tindakan Ahok ini dapat memecah belah kerukunan umat beragama.
"Sedangkan yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum serta kooperatif saat sidang," kata Dwiarso.
Dia juga menjelaskan majelis hakim tidak sependapat dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum Ali Mukartono yang mendakwa Ahok dengan hukuman 1 tahun hukuman pidana dengan masa percobaan 2 tahun penjara. "Majelis tetap beranggapan perbuatan terdakwa melanggar pasal tersebut (Pasal 156 A)," katanya. Padahal, dalam dakwaannya di sidang sebelumnya, jaksa tidak menemukan bukti adanya penodaan agama oleh Ahok.
(Baca: Baca Pledoi, Ahok Anggap Dirinya Sebagai Ikan Nemo Kecil di Jakarta)
Selanjutnya, hakim mempersilakan Ahok berdiskusi dengan penasihat hukumnya mengenai kemungkinan banding. Setelah berdiskusi, Ahok memutuskan mengajukan banding yang akan dilakukan secepatnya.