Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengaku belum mendapat informasi formal terkait isi revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Minyak dan Gas bumi (Migas). Padahal salah satu isi draft itu terkait posisi baru PT Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Khusus (BUK).
Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan, dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah mengatakan, selama ini Kementerian BUMN baru mendapatkan informasi tersebut melalui pemberitaan di berbagai media. Alasannya, Komisi VII yang membidangi energi bukanlah mitra kerja Kementerian BUMN.
(Baca juga: Tanpa Migas, Indonesia Kehilangan Investasi Hingga Rp 300 Triliun)
"Mengenai BUK, saya sampaikan bahwa partner kami di DPR untuk Kementerian BUMN adalah Komisi VI. Jadi sampai sekarang kami belum terinformasi secara detail mengenai rencana ini," ujar Edwin saat konferensi pers, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (27/4).
Menurut Edwin, sejak 2003 Pertamina telah menjadi korporasi yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Sesuai dengan Undang-Undang BUMN, Pertamina adalah BUMN yang berbentuk PT yang bisa menjalankan penugasan pemerintah. Jadi, bukan sebuah lembaga pemerintah yang menjalankan usaha korporasi. "Kalau diputar lagi, saya melihatnya Pertamina kembali ke era sebelum dia jadi korporasi," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno juga sempat menyatakan kekhawatiran apabila Pertamina menjadi BUK. Sebab, jika menjadi BUK, Pertamina akan memiliki keterbatasan dalam berinvestasi. “Kalau ini nantinya menjadi Badan, dia tidak bisa investasi di luar negeri,” kata dia di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (18/4) lalu.
(Baca juga: Rini Khawatir Pertamina Sulit Investasi di Luar Negeri Jika Jadi BUK)
Sebagaimana diketahui, Komisi VII DPR mengupayakan agar RUU Migas dapat sejalan dengan rencana pembentukan holding BUMN Migas. Sebab, rancangan aturan sektor hulu Migas dalam UU tersebut memuat rencana pembentukan BUK Migas.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya Widya Yudha pernah mengatakan, seluruh fraksi di DPR sepakat membentuk BUK Migas. Badan ini akan menjadi wakil pemerintah untuk mengelola sektor hulu hingga hilir migas tanpa terpisah (unbundling). Jadi, fungsi SKK Migas juga BPH Migas akan menyatu dalam kewenangan BUK. Badan ini kemudian akan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Satya juga pernah menyebutkan pihaknya akan mencari titik temu agar konsep BUK dan holding migas yang digodok Kementerian BUMN tidak berseberangan. “Kami tidak ingin berseberangan antara yang berkembang di Kementerian BUMN dan RUU Migas di Komisi VII,'' kata Satya di Jakarta, Senin (20/3) lalu.
(Baca juga: Arcandra Lihat Empat Tantangan Revisi UU Migas)