Pemerintah memastikan tidak akan memberikan dana pegganti bencana semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, sebesar Rp 701,8 miliar kepada 30 pengusaha. Alasannya, uang penggantian tersebut seharusnya diberikan langsung oleh PT Lapindo Brantas Inc melalui skema business to business dengan para pengusaha.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, pengusaha memang merupakan bagian dari masyarakat terdampak di lokasi. Namun, pemerintah menilai perusahaan-perusahaan itu memiliki asuransi untuk mengganti kerugiannya. Hal inilah yang melandasi keputusan pemerintah untuk tidak mengganti kerugian pengusaha.
"Kami tidak mau ribut dengan asuransi, sedangkan perusahaan biasanya memiliki asuransi," kata Basuki usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (26/4). Sedangkan angka ganti rugi Rp 701,6 miliar tersebut merupakan estimasi dalam Peta Area Terdampak (PAT) tanggal 22 Maret 2007.
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan hal ini sesuai dengan keputusan rapat yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selanjutnya, persoalan ganti rugi ini akan menjadi ranah hukum perdata dan harus diselesaikan secara business to business. "Diselesaikan (Lapindo) dan masuk ke perdata."
(Baca: Jokowi Bubarkan BPLS, Masalah Lumpur Lapindo Diambil Kementerian PU)
Aset tanah milik 30 pengusaha yang dimaksud tersebut terdiri dari aset tanah seluas 475.516 meter persegi dengan uang penggantian Rp 542,7 miliar serta aset bangunan seluas 66.222 meter persegi dengan nilai Rp 158,9 miliar.
Soekarwo menambahkan, masih ada penyelesaian pembayaran dana talangan yang harus diselesaikan pemerintah sebesar Rp 54 miliar. Kewajiban ini akan diselesaikan oleh Kementerian PUPR dan telah dianggarkan dalam Aggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017.
Adapun dari data Kementerian PUPR, ada 12.993 berkas lahan yang telah mendapatkan ganti rugi senilai Rp 3,82 triliun. Sedangkan total jumlah berkasnya mencapai 13.237 berkas dengan nilai Rp 3,87 triliun.
"Jadi masih ada lagi Rp 54 miliar ganti rugi yang akan diberikan kepada masyarakat," kata Soekarwo.
Masalah ini sebenarnya sempat memicu perdebatan panas antara Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam rapat kerja Komisi Keuangan (Komisi XI) DPR, 18 Oktober tahun lalu, anggota dewan mendesak pemerintah menambah dana talangan bagi korban lumpur Lapindo.
(Baca: Didesak DPR, Sri Mulyani Tolak Tambah Dana Talangan Lapindo)
Dana talangan yang sudah dialokasikan pemerintah dalam APBN Perubahan 2016 baru sebatas untuk mengganti kerugian warga yang terkena dampak bencana tersebut. Sedangkan dana ganti rugi untuk pengusaha di sekitar wilayah yang terdampak lumpur tersebut belum dibayarkan Lapindo. Total nilainya sekitar Rp 701 miliar. Dana itu akan digunakan untuk membeli tanah dan bangunan untuk rumah tangga dan usaha.
Namun, Sri Mulyani menolak adanya tambahan dana untuk membayar ganti rugi kepada pengusaha. Ia tetap berpegangan kepada keputusan sebelumnya pemerintah. Semula, usulan awal anggaran talangan dari pemerintah untuk korban lumpur Lapindo mencapai Rp 781 miliar. Namun, setelah melalui sertifikasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kebutuhan dananya meningkat menjadi Rp 827 miliar.
Pada 2015, pemerintah telah mencairkan dana talangan untuk masyarakat yang terpapar lumpur Lapindo sebesar Rp 773 miliar. Saat ini, masih ada sisa dana talangan yang belum cair sebesar Rp 54,3 miliar dan telah dialokasikan dalam APBNP 2016.