Alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk pendidikan yang besar, belum mampu mendongkrak mutu pendidikan di Tanah Air. Persoalannya, alokasi anggaran belum sepenuhnya tepat sasaran. Pemerintah daerah (pemda) pun didorong untuk berpartisipasi aktif memperbaiki mutu pendidikan agar mencapai standar internasional.
Direktur Bank Dunia Rodrigo Chaves mengatakan, ada banyak persoalan dalam skema pendidikan di Tanah Air, salah satunya adalah kualitas guru. Bila persoalan-persoalan ini tak segera ditangani, ia pun memperkirakan Indonesia baru setengah abad lagi mencapai rata-rata standar pendidikan seperti yang ditetapkan oleh organisasi untuk kerja sama ekonomi dan pembangunan (Organization for Economic Cooperation and Development / OECD).
Maka itu, ia pun mendorong pemda untuk ikut berpartisipasi aktif dalam memperbaiki mutu pendidikan. “Pemda yang paling dekat untuk mengubah pendidikan. Nilai ujian nasional naik 1,5 persen per tahun, tapi anggaran yang disiapkan bukan yang mendorong hal itu. Jadi ini kapasitas pemda,” ujar Chaves dalam konferensi pendidikan internasional bertajuk ‘Belajar untuk Semua: Prinsip Bersama untuk Pemarataan Sistem Pendidikan Dasar yang Kuat’ di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (21/3).
Di sisi lain, Perwakilan Bank Dunia untuk Pemerintahan Peru Jaime Saavedra menambahkan, peran guru merupakan faktor penting dari pendidikan di Indonesia. Untuk bisa mendorong perekonomian yang stabil dan berkesinambungan, pemerintah harus meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. “Karena itu merupakan isu makro dari sisi tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi,” kata dia.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengakui belum ada perbaikan signifikan dalam mutu pendidikan di Indonesia. Padahal, pemerintah mengalokasikan anggaran yang cukup besar saban tahun untuk sektor pendidikan. (Baca juga: Tingkatkan Kualitas SDM, Menkeu Kaji Insentif Bagi Industri)
Sesuai amanat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pemerintah wajib mengalokasikan sekurang-kurangnya 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk sektor pendidikan. Adapun, nominal anggarannya selalu naik sembilan persen saban tahun.
Di sisi lain, Mardiasmo merinci, penyerapan anggaran di sektor pendidikan pun selalu tinggi yaitu di atas 90 persen. Meski begitu, pemerintah menemukan masih ada saja sekolah yang kondisinya memprihatinkan.
Ia pun mengakui pentingnya peran pemda dalam meningkatkan mutu pendidikan di Tanah Air. Sebab, pemda dinilai sebagai pihak yang paling memahami kondisi masyarakat dan wilayahnya, termasuk pendidikannya. Maka itu, pemerintah juga mengalokasikan anggaran pendidikan melalui dana desa dan transfer daerah. “Fiskal itu menjadi salah satu instrumen untuk mendorong pendidikan,” ujar Mardiasmo.
Ia memaparkan, pemerintah berfokus memaksimalkan anggaran pendidikan pada empat aspek. Pertama, anggaran untuk pembangunan infrastruktur dasar secara merata hingga ke daerah perbatasan dan terpencil. Tujuannya, agar akses kepada pendidikan formal semakin mudah dan makin banyak masyrakat yang berminat untuk menempuh pendidikan. (Baca juga: Zakat Capai Rp 3,6 Triliun, Bappenas Lihat Potensi Besar)
“Akhir-akhir ini pemerintah berhasil menaikkan rasio pendaftaran sekolah, tetapi tetap masih ada kesenjangan yang tinggi antardaerah. Ini karena ketersediaan infrastruktur sekolah (yang minim),” ujar Mardiasmo. Ia pun memastikan bakal adanya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah guna menyediakan infrastruktur, seperti sekolah, laboratorium, perpustakan, dan aksesnya.
Kedua, anggaran untuk peningkatan kualitas guru dengan menerapkan sertifikasi. Selain itu, pemerintah juga mendorong distribusi guru ke daerah perbatasan dan terpencil melalui pemberian insentif berupa tunjangan, sertifikasi, fasilitas kenaikan jabatan, dan beasiswa.
Ketiga, anggaran untuk peningkatan kapasitas siswa dengan memberikan bantuan bagi yang kurang mampu dengan syarat kehadiran di sekolah minimal 80 persen. Bantuan ini diharapkan bisa menjadi solusi bagi orang tua yang tidak mampu menyekolahkan anaknya, dan bahkan melibatkan anaknya untuk mencari nafkah. Pemerintah juga menerapkan sekolah wajib 12 tahun.
Lebih lanjut, Mardiasmo menjelaskan, pemerintah juga berfokus untuk meningkatkan kemampuan anak-anak Indonesia dalam menyerap materi di kelas. Salah satu upayanya adalah dengan mendorong ibu hamil memeriksakan kandungannya secara rutin. Harapannya, agar setiap anak Indonesia yang lahir memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pintar sehingga ke depan bisa memotong rantai kemiskinan.
Terakhir, anggaran pendidikan juga dialokasikan untuk mensinkronisasi kebutuhan industri dengan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pendidikan vokasional. Harapannya, siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) ataupun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bisa langsung bekerja setelah lulus. (Baca juga: Pengusaha Jerman Bantu Indonesia Kembangkan Pendidikan Vokasi)