Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengumpulkan para menteri pendahulunya di Gedung Heritage, Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (8/3). Pertemuan yang dihadiri pula oleh Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar tersebut membahas banyak hal, termasuk masalah PT Freeport Indonesia.
Para Menteri ESDM yag hadir dari lintas generasi, mulai dari Soebroto, Kuntoro Mangkusubroto, Purnomo Yusgiantoro, hingga Darwin Zahedy Saleh. Ada pula mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang sempat menjadi Pelaksana tugas Menteri ESDM masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, yakni Chairul Tanjung.
Adapun, Sudirman Said yang merupakan Menteri ESDM sebelum Arcandra dan Jonan, tidak terlihat hadir. Namun, Sudirman sebelumnya telah bertemu dengan Jonan pada pekan lalu. (Baca: Suratnya Jadi Pegangan Freeport, Sudirman: Itu Perintah Presiden)
Pertemuan Jonan dengan sejumlah Mantan Menteri ESDM hari ini berlangsung hampir dua jam, mulai dari pukul 09.00 hingga 10.50 WIB. Usai pertemuan, Jonan menolak memberikan penjelasan. Sedangkan penjelasan hanya datang dari Chairul Tanjung.
Pemilik Para Group ini menjelaskan pertemuan itu untuk berbagi pengalaman antarsesama Menteri ESDM dalam pengambilan kebijakan di bidang energi. Ia menyatakan, tidak secara spesifik memberikan masukan kepada Jonan.
Namun, CT panggilan akrab Chairul, mengaku sempat memaparkan pengalamannya saat menjabat dalam menangani beberapa permasalahan tambang. Permasalahan yang dihadapi pemerintah kala itu dengan PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara (sekarang bernama PT Amman Mineral Nusa Tenggara).
"Sebagai orang yang pernah menangani Freeport, Newmont. Tentu kami sharing pengalaman yang penah ada," kata Chairul. Tapi, dia enggan menjelaskan lebih detail perihal pembahasan mengenai masalah Freeport. "Tanyakan langsung kepada Pak Menteri (Jonan)."
(Baca: Bupati Mimika: Freeport Harus Hengkang dari Tanah Papua)
CT juga menolak mengomentari kebijakan pemerintah saat ini. Sebagai mantan menteri, dirinya merasa tidak perlu mengomentari persoalan apapun. yang jelas, dia berharap, pemerintah dapat menarik pengalaman yang telah ada. "Saya tidak mau ikut dan terlibat dalam penghakiman (judgement)," katanya.
Belakangan ini, Jonan memang aktif bertemu berbagai kalangan dan tokoh nasional. Selain dengan mantan menteri, dia sempat bertemu Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siroj. Topik yang dibahas seputar permasalahan Freeport.
Staf Khusus Menteri ESDM Hadi M. Djuraid menjelaskan, kedatangan Said merupakan inisiatif dari PBNU sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia. ''Untuk memberikan dukungan moral kepada pemerintah yang sedang berhadapan dengan Freeport,'' kata Hadi.
(Baca: Melunak Soal Arbitrase Freeport, Luhut: Kalau Ribut Semua Rugi)
Tokoh lain yang ditemui Jonan adalah Wakil Ketua DPR Agus Hermanto. Saat itu, Agus bahkan mengatakan, jika Freeport tetap membawa sengketa ke dalam arbitrase, pemerintah juga siap. ''Yang jago-jago arbitrer kami juga banyak. Sekali lagi kita tidak ingin memperlemah atau bersinggungan dengan UU yang ada,'' kata dia.
Seperti diketahui, pemerintah kembali bersitegang dengan Freeport. Pangkal soalnya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 yang terbit medio Januari lalu. Aturan itu mengharuskan perusahaan tambang mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IPK) sehigga masih bisa mengekspor mineral mentah meski belum melakukan pemurnian dengan membangun smelter di dalam negeri.
Namun, Freeport keberatan dengan aturan itu karena kewajiban fiskal dalam IUPK tidak tetap. Padahal, Freeport menginginkan jaminan investasi besarnya alam jangka panjang. Selain itu, Freeport juga menolak kewajiban divestasi 51 persen saham kepada pihak Indonesia. Jika tidak mencapai titik temu, perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu mengancam membawa sengketa ini ke arbitrase internasional.