PT Pertamina (Persero) mencetak laba bersih sebelum audit sebesar US$ 3,14 miliar atau setara Rp 42,3 triliun pada tahun 2016. Meski pendapatan turun dibanding tahun sebelumnya, lonjakan laba bersih perusahaan BUMN ini ditopang langkah efisiensi pengolahan minyak dan penjualan Pertalite.

Laba bersih sebesar US$ 3,14 miliar tersebut lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan dengan realisasi tahun 2015 yang sebesar US$ 1,42 miliar. Bahkan, jumlah tersebut merupakan rekor tertinggi sejak Pertamina berdiri 59 tahun silam.

Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro mengatakan, pencapaian ini merupakan tonggak sejarah (milestone) bagi perusahaan. Sebab, tetap mampu meningkatkan laba meskipun harga minyak dunia pada tahun lalu belum membaik. ''Ini laba tertinggi yang diperoleh Pertamina pada saat harga minyak jatuh,'' katanya dalam konferensi pers Pertamina di Jakarta, Senin (13/2).

Menurut dia, salah satu faktor pendukung pencapaian rekor laba tahun lalu adalah upaya efisiensi yang dilakukan perusahaan. Nilai efisiensi Pertamina sepanjang 2016 mencapai US$ 2,67 miliar. (Baca: Kalahkan Petronas, Laba Pertamina Tembus Rp 40 Triliun)

Ada beberapa upaya efisiensi dan ekspansi bisnis perusahaan yang membuahkan hasil. Pertama, negosiasi kontrak yang eksisting, optimalisasi inventori, maupun sentralisasi material.

Menurut Wianda, hasil efisiensi dari sentralisasi pengadaan di sektor hulu migas mencapai US$ 55 juta. Sedangkan efisiensi dari bisnis pengolahan setelah dikurangi hitungan efisiensi konsolidasi sekitar US$ 56 juta.

Halaman: