Upaya pemerintah mendapatkan ganti rugi atas tumpahan minyak di Pantai Nongsa, Batam terancam gagal. Klaim ganti rugi ini terkendala oleh hilangnya barang bukti tumpahan minyak di kawasan pantai tersebut.
Pantai Nongsa tercemar akibat kecelakaan dua kapal asing di Pelabuhan Pasir Gudang Johor Malaysia pada awal Januari lalu. Kecelakaan minyak ini menyebabkan tumpahan minyaknya terbawa ke Batam.
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Arif Havas Oegroseno mengatakan tumpahan minyak tersebut telah ditangani oleh Badan Lingkungan Hidup dan nelayan di sekitar Pantai Nongsa, Batam. Mereka khawatir akan mengganggu kesehatan nelayan juga wisatawan yang berkunjung ke sana.
(Baca: Luhut Bawa Kasus Tumpahan Minyak Montara ke Pengadilan)
Penanganan ini mengakibatkan barang bikti tumpahan minyak tersebut hilang, sehingga sulit untuk meminta ganti rugi ke pihak Malaysia. Arif baru mengetahui hal tersebut saat melakukan sosialisasi Standard Operating Procedure (SOP) penanganan tumpahan minyak di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman pada Rabu, (8/2).
Dalam penanganan Tumpahan minyak di laut khususnya selat Malaka dan Singapura, Indonesia telah memiliki Standard Operating Procedure (SOP) yang dibuat oleh Revolving Fund Committee. Sementara Badan Lingkungan Hidup Kota Batam yang hadir dalam acara itu mengakui ketidak-tahuannya tentang adanya SOP tersebut. Alhasil Badan Lingkungan Hidup Kota Batam dan nelayan setempat membersihkan tumpahan minyak tanpa mengikuti SOP yang telah ada.
Dia menjelaskan SOP ini dipilih oleh pemerintah berdasarkan nota kesepahaman (MoU) antara Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Dewan Selat Malaka (Malacca Strait Council) pada 1981. MoU ini mengatur mekanisme penanganan bersama tiga negara terhadap polusi minyak yang disebabkan oleh kegiatan kapal atau kecelakaan kapal di wilayah Selat Malaka dan Singapura.
“Dari MoU itu ada dana trust fund (dana perwalian) yang disediakan khusus untuk penanggulangan dampak limbah tumpahan minyak dari kapal,” ujar Havas dikutip dari siaran resminya yang diterima Katadata, Jumat (10/2).
Rencananya pemerintah hendak mengklaim dana tersebut dari Revolving Fund Committee, pengelola dana Trust Fund, untuk menangani masalah minyak di Pantai Nongsa, Batam. “Malaysia dan Singapura menjalankan SOP Revolving Fund Committee dengan cepat sehingga mereka saat ini sudah mendapatkan dana untuk penanggulangan tumpahan minyak dari kecelakaan kapal di Johor,” kata dia.
(Baca: Kasus Tumpahan Minyak Paling Banyak Menimpa Medco Tahun Lalu)
Asisten Deputi Bidang Keamanan dan Ketahanan Maritim Basilio Dias Araujo menghimbau agar pemangku kepentingan memahami betul SOP Revolving Fund tersebut. “Bila rekan-rekan di lapangan menemukan tumpahan minyak, jangan ambil sekop, tapi segera ambil handphone dan telpon NOC (National Operation Center) agar tim investigasi segera turun,” kata dia.
Sebagai informasi, Indonesia sebenarnya telah memiliki instrumen hukum untuk menangani tumpahan minyak di laut. Ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109/2006 tentang penangulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut.
Beleid tersebut merupakan bentuk implementasi dari Undang-Undang Nomor 17/1985 tentang pengesahan ratifikasi konvensi United Nations Conventions on the Law of the Sea (UNCLOS). Peraturan tersebut digunakan untuk menangani dampak kegiatan pelayaran, kegiatan pengusahaan minyak dan gas bumi. Serta kegiatan lainnya mengandung risiko terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan terjadinya tumpahan minyak di dalam negeri.